JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) resmi melaporkan 47 kasus deforestasi akibat aktivitas pertambangan ke Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (7/3). Potensi kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus-kasus tersebut ditaksir mencapai angka fantastis: Rp 437 triliun.
Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, mengungkapkan hal tersebut usai bertemu dengan pihak Kejagung. "Hari ini, Walhi dari 17 provinsi menyerahkan laporan 47 kasus kejahatan deforestasi tambang kepada Kejagung," ujar Zenzi. Laporan tersebut, lanjutnya, mencakup berbagai sektor, termasuk perkebunan sawit, hutan industri, dan tentunya pertambangan.

Walhi tak hanya memaparkan kronologi kasus, tetapi juga menjelaskan modus operandi yang diduga melibatkan jaringan luas. Zenzi menyebut adanya "kartel" yang terdiri dari kelompok usaha, elite politik, bahkan oknum pemerintahan. "Penghentian kasus tidak bisa dilakukan secara parsial. Kita harus membongkar kartel yang menjadi dalang di baliknya," tegas Zenzi. Ia menambahkan, setidaknya 12 tingkatan pemerintahan diduga terlibat dan terungkap sekitar 18 bentuk gratifikasi yang masih berlangsung hingga saat ini.
Laporan serupa, menurut Zenzi, pernah diajukan Walhi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) satu dekade lalu. Kali ini, Walhi berharap Kejagung dapat menindaklanjuti laporan tersebut secara serius dan menyeluruh.
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan akan meneruskan laporan Walhi ke bidang terkait. "Kewenangan kami difokuskan pada tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan lingkungan," jelas Harli.