Cupertino, California – Apple, perusahaan teknologi raksasa, mengalami kerugian besar dalam bisnis layanan streaming-nya, Apple TV+. Laporan terbaru menyebutkan Apple merugi lebih dari US$ 1 miliar (sekitar Rp 16,4 triliun dengan kurs Rp 16.496 per US$) per tahun dari platform tersebut.
Sejak diluncurkan pada 2019, Apple telah menggelontorkan dana lebih dari US$ 5 miliar (sekitar Rp 82,5 triliun) untuk produksi konten eksklusif. Meskipun tahun lalu anggaran dikurangi sekitar US$ 500 juta (sekitar Rp 8,2 triliun) sebagai upaya pengendalian biaya di tengah persaingan ketat, kerugian tetap signifikan. Informasi ini dilansir dari Reuters (21/3).

Meskipun memiliki serial populer seperti Ted Lasso, The Morning Show, Shrinking, dan Severance, Apple TV+ masih tertinggal jauh dari para kompetitornya dalam hal jumlah pelanggan. Netflix memimpin dengan 301,63 juta pelanggan global, diikuti Disney+ (124,6 juta) dan Warner Bros Discovery (116,9 juta). Jumlah pelanggan Apple TV+ sendiri masih belum diungkap secara resmi, namun diperkirakan mencapai 40,4 juta pada akhir 2024 menurut Visible Alpha.
Ironisnya, Apple TV+ tetap menuai prestasi di industri hiburan. CEO Apple, Tim Cook, menyatakan platform tersebut telah meraih lebih dari 538 penghargaan dari total 2.500 nominasi.
Strategi Apple untuk menghadapi kerugian ini meliputi penawaran bundling layanan. Apple TV+ kini menjadi bagian dari paket Comcast yang menggabungkan layanan ini dengan Peacock dan Netflix seharga US$ 15 (sekitar Rp 247 ribu) per bulan. Harga Apple TV+ jika dibeli terpisah adalah US$ 9,99 (sekitar Rp 165 ribu) per bulan di Amerika Serikat. Apple juga menawarkan Apple TV+ dalam paket Apple One yang mencakup layanan lain seperti iCloud dan Apple Music.
Persaingan ketat di industri streaming memaksa Apple untuk terus berinovasi dan mencari strategi baru untuk meningkatkan jumlah pelanggan dan profitabilitas Apple TV+. Keberhasilan Apple dalam hal penghargaan tidak cukup untuk menutupi kerugian finansial yang signifikan.