Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengusulkan Indonesia meniru strategi Malaysia untuk mempercepat penetrasi jaringan 5G. Model Multi-Operator Core Network (MOCN), yang telah sukses di Malaysia, diyakini mampu mengatasi kendala ekspansi 5G di Tanah Air.
MOCN, menurut keterangan Ericsson, merupakan kesepakatan berbagi Radio Access Network (RAN) dengan arsitektur 4G/5G. Sistem ini memanfaatkan backhaul khusus antar stasiun pangkalan operator seluler (MNO) dan inti FRMCS (Future Railway Mobile Communication System). RAN sendiri menghubungkan perangkat pengguna ke jaringan inti via gelombang radio, sementara MNO adalah perusahaan yang mengoperasikan jaringan seluler. FRMCS, dirancang oleh UIC (Persatuan Perkeretaapian Internasional), merupakan sistem komunikasi kereta api berbasis pita lebar seluler.

Dengan MOCN, operator dapat berbagi infrastruktur, menekan biaya investasi dan mempercepat perluasan jaringan. Malaysia, yang memulai implementasi 5G bersamaan dengan Indonesia pada 2021, kini telah mencapai cakupan 80%. Berbeda dengan Indonesia yang masih jauh tertinggal, hanya 2,5% permukiman yang memiliki sinyal 5G (data Komdigi Agustus 2024), dengan jumlah site baru mencapai 376.
Menteri Komdigi, Meutya Hafid, mendorong penerapan MOCN sebagai solusi. Ia juga menekankan sinergi dengan Kementerian Investasi/BKPM untuk menarik investasi guna mempercepat digitalisasi. Percepatan transformasi digital, menurut Meutya, merupakan prioritas utama untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional, terutama dengan perluasan akses internet di sektor pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan.
Tantangan utama saat ini adalah terbatasnya konektivitas. Data menunjukkan 86% sekolah belum memiliki akses fixed broadband, 38% kantor desa belum terhubung internet, dan 75% puskesmas memiliki koneksi yang tidak memadai. Fixed broadband sendiri merujuk pada layanan internet kabel (serat optik, DSL, atau kabel koaksial).
"Kami berkomitmen pemerataan akses internet agar manfaat ekonomi digital dirasakan merata. Strategi inovatif dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi perlu diterapkan untuk investasi yang lebih efisien dan inklusif," tegas Meutya dalam pertemuan dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Rosan Roeslani.
Komdigi, lanjut Meutya, bertanggung jawab mengakselerasi digitalisasi di sektor pemerintahan, ekonomi, dan SDM digital untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7-8% (Visi Indonesia Digital 2045). Pemanfaatan infrastruktur PLN, misalnya tiang listrik untuk distribusi serat optik, dinilai dapat menekan biaya investasi hingga 67%. Implementasi 5G optimal juga dapat mengurangi Total Cost of Ownership (TCO) hingga 54% dibanding 4G.
Pemerintah akan melepas pita frekuensi 2,6 GHz pada 2025 (meski menghadapi gugatan), sementara pita 3,5 GHz, spektrum utama 5G global, masih digunakan untuk satelit hingga 2034. Komdigi menilai perlu strategi migrasi spektrum yang komprehensif dan terkoordinasi, dengan peran strategis Danantara (SWF) mengingat tiga dari empat operator satelit nasional (Telkom, Telkom Satelit Indonesia, dan BRI) berada di bawah portofolionya. Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Unsolicited juga akan dimaksimalkan.
Menteri Investasi Rosan Roeslani menambahkan, investasi di sektor digital krusial untuk daya saing Indonesia di kancah global. Sinergi pemerintah dan swasta, menurutnya, kunci pertumbuhan ekonomi digital yang berkelanjutan.