Padalarang, Jawa Barat – Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia diprediksi akan terus menanjak hingga tahun 2025. Ketua Umum Asosiasi FinTech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar, optimis sektor ini akan menjadi tulang punggung perekonomian nasional, khususnya dalam memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini disampaikannya dalam acara Media Gathering AFPI di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (22/1).
Entjik menjelaskan, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Oktober 2024 menunjukkan peningkatan signifikan penyaluran pinjaman melalui fintech P2P lending. "Tren ini membuktikan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap layanan P2P lending sebagai alternatif pembiayaan, terutama bagi mereka yang kesulitan mengakses kredit perbankan," ujarnya.
Prospek cerah ini didorong oleh besarnya jumlah UMKM yang masih belum terlayani oleh perbankan konvensional. Data OJK mencatat, masih ada sekitar 46 juta UMKM yang membutuhkan akses pembiayaan. Ini menjadi peluang emas bagi industri fintech P2P lending.
Hingga September 2024, industri ini telah menyalurkan akumulasi pendanaan mencapai Rp 978,4 triliun kepada 137,35 juta peminjam. AFPI melihat potensi besar dari 132 juta individu produktif di Indonesia (sekitar 71% dari populasi produktif) yang belum memiliki akses kredit, ditambah 46,6 juta UMKM yang belum terlayani layanan keuangan formal. Kesenjangan kredit yang mencapai Rp 1.650 triliun, bahkan diproyeksikan meningkat menjadi Rp 2.400 triliun di masa mendatang (56% dari total kebutuhan kredit Rp 4.000 triliun). Angka-angka ini memperkuat proyeksi AFPI bahwa pada 2025, fintech P2P lending akan melayani hingga 46 juta UMKM.