Jakarta – Dirjen Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo, Prabu Revolusi, mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa hampir separuh pengguna media sosial di Indonesia adalah robot. Kondisi ini membuka celah bagi pihak-pihak tertentu untuk dengan mudah memanipulasi sentimen publik, baik positif maupun negatif.
"Saya mau katakan bahwa di sosmed itu, mungkin 40% populasinya diisi robot. Ini praktiknya mengerikan, bagaimana kampanye itu dimanufaktur, difabrikasi, sehingga sentimennya positif atau negatif," ungkap Prabu dalam acara Ngopi Bareng di Kementerian Kominfo, Jumat (13/9).
Robot-robot ini bisa dipesan dalam jumlah besar untuk menciptakan sentimen tertentu, baik untuk menaikkan maupun menurunkan citra seseorang atau isu tertentu. "Akhirnya dikutip sama media, ‘menurut sentimen negatif’, padahal fabrikasi informasi," tambah Prabu.
Salah satu modus operandi yang diungkap Prabu adalah penggunaan satu ruangan dengan ratusan gawai yang terhubung ke sistem. Seseorang menulis pesan yang kemudian disebarluaskan oleh ratusan gawai tersebut. "Sementara itu, orang yang memang ingin menyuarakan sesuatu, enggak punya teknologi ini. Itu kan enggak fair," tegasnya.
Kominfo pun berupaya untuk memastikan informasi dan konten di ruang publik terverifikasi. Terutama konten politik, yang seringkali menjadi sasaran fabrikasi sentimen, terutama saat masa kampanye.
Menjelang Pilkada serentak November mendatang, Kominfo telah bertemu dengan platform media sosial seperti YouTube, Meta, TikTok, Google, Snack, dan X untuk membahas mitigasi hoaks. Mereka sepakat untuk melakukan tagging pada nama calon kepala daerah yang telah ditetapkan oleh KPU.
"Yang kami undang dan juga berkomitmen itu YouTube, Meta, Tiktok, Google, Snack, dan X," ujar Prabu.
Dengan tagging, informasi terkait calon kepala daerah akan dipantau lebih ketat. Tim khusus akan dibentuk untuk memantau ratusan calon pimpinan daerah. Harapannya, penanganan hoaks atau disinformasi bisa lebih cepat dan efektif.
"Sebelumnya belum pernah menggunakan metode seperti ini, jadi hoaks ini basisnya pelaporan, kemudian ditangani," pungkas Prabu.
Metode tagging ini akan diterapkan di semua platform media sosial yang terlibat dalam pertemuan tersebut. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari manipulasi sentimen publik oleh robot di media sosial.