Kecelakaan pesawat Jeju Air 7C2216 di Bandara Internasional Muan, Minggu (29/12), yang menewaskan 179 orang, menyisakan duka mendalam dan pertanyaan besar terkait penyebab pasti insiden tersebut. Desain bandara kini menjadi sorotan utama investigasi.
Para ahli penerbangan mempertanyakan peran desain Bandara Muan, khususnya keberadaan gundukan tanah dan dinding beton di ujung landasan pacu. Pesawat yang terbakar setelah menghantam penghalang tersebut, menurut Todd Curtis, pendiri Air Safe Media, menyulitkan upaya penghentian pesawat secara aman. "Itu jelas menghambat pendaratan aman," tegas Curtis.
John Cox, konsultan penerbangan, menambahkan bahwa jumlah korban jiwa kemungkinan besar bisa diminimalisir andai pesawat tidak menabrak dinding beton. Ia menduga, benturan keras dengan dinding menjadi penyebab utama kematian sebagian besar penumpang. "Pesawat tampak melambat, hampir berhenti, namun kemudian menghantam dinding," ujar Cox.
Meskipun penghalang di ujung landasan pacu merupakan hal umum dan direkomendasikan untuk mengurangi dampak kecelakaan, para ahli mempertanyakan material yang digunakan di Bandara Muan. Sebagai perbandingan, Bandara LaGuardia di New York menggunakan sistem EMAS (Energy-absorbing material system) yang dirancang untuk memperlambat pesawat dengan material yang mudah hancur. Diduga, penghalang di Muan kurang efektif dalam meredam benturan.
Sementara itu, investigasi awal menunjukkan kemungkinan tabrakan dengan burung sebagai pemicu utama malfungsi mesin pesawat. Namun, penyelidikan menyeluruh diperkirakan akan memakan waktu beberapa bulan untuk mengungkap penyebab pasti kecelakaan nahas ini. Tragedi ini mendesak evaluasi menyeluruh terhadap standar keamanan dan desain bandara, khususnya mengenai material dan konstruksi penghalang di ujung landasan pacu.
