Investasi Apple senilai US$1 miliar di Indonesia tengah menjadi perbincangan. Pemerintah berharap investasi tersebut berupa pabrik iPhone. Namun, seorang peneliti digital, Heru Sutadi, berpendapat bahwa pembangunan pusat data jauh lebih potensial bagi Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam Diskusi Selular Business Forum 2024 di Jakarta.
Sutadi menjelaskan, pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI) menjadikan pusat data sebagai infrastruktur krusial. Ditambah lagi, UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) mewajibkan pemrosesan data pribadi dilakukan di dalam negeri. "Jumlah pengguna internet di Indonesia sangat besar, dan kita melihat adanya integrasi yang semakin erat antara pusat data dan AI," ujar Sutadi.

Prospek pembangunan pusat data di Indonesia memang menjanjikan. Laporan Credence Research memproyeksikan pasar konstruksi pusat data Indonesia akan tumbuh dari US$ 1.127,6 juta pada 2023 menjadi US$ 2.419,13 juta pada 2032, dengan CAGR sebesar 8,37%. Pertumbuhan ini didorong oleh ekonomi digital yang berkembang pesat dan meningkatnya penetrasi internet. Permintaan layanan penyimpanan data berbasis cloud juga turut menjadi pendorong utama.
Beberapa perusahaan besar telah menunjukkan komitmennya di sektor ini. Sebagai contoh, DCI Indonesia menawarkan lebih dari 50% kapasitas lokal dengan pusat data di Cibitung, Bekasi, dan rencana pembangunan enam pusat data tambahan. Telkom, melalui neuCentriX, mengoperasikan 18 pusat data dengan kapasitas total 69 MW, termasuk proyek Telkom HyperScale Data Center di Cikarang. NTT juga turut berkontribusi dengan Jakarta 3 Data Center (JKT3) berkapasitas 45,6 MW di Cibitung. Sementara itu, PDG memiliki kapasitas 35 MW, dengan proyek unggulan JC2 di Cibitung senilai US$ 150 juta.
Dengan potensi pertumbuhan yang signifikan dan dukungan dari perusahaan-perusahaan besar, pembangunan pusat data di Indonesia tampaknya menjadi pilihan yang lebih strategis dibandingkan pembangunan pabrik iPhone.




