Jakarta, Lahatsatu.com – Eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif baru sebesar 100% untuk semua produk impor dari China, yang akan berlaku mulai 1 November 2025. Langkah agresif ini merupakan respons terhadap pembatasan ekspor mineral tanah jarang (rare earth) oleh China, yang merupakan komoditas vital bagi industri teknologi tinggi.
Trump menyatakan dalam unggahannya di Truth Social bahwa kebijakan ini diambil karena China dianggap hanya berbicara atas nama AS terkait isu pembatasan ekspor mineral tanah jarang. Selain tarif, AS juga berencana menerapkan kontrol ekspor pada semua perangkat lunak. Bahkan, Trump mengisyaratkan pembatalan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping pada KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) mendatang di Korea Selatan.

Tak hanya itu, AS juga telah memberlakukan biaya khusus sebesar US$ 50 per ton bersih untuk kapal-kapal China yang berlabuh di pelabuhan AS, efektif sejak 14 Oktober 2025.
China tak tinggal diam. Pemerintah Tiongkok membalas dengan mengenakan biaya masuk sebesar 400 yuan atau US$ 56 per ton bersih untuk kapal-kapal AS. Kementerian Perhubungan China menilai kebijakan AS melanggar prinsip-prinsip perdagangan internasional dan merugikan perdagangan maritim kedua negara. Beijing juga berencana meningkatkan biaya tersebut secara bertahap hingga 17 April 2028.
Biaya ini akan berlaku untuk kapal yang dimiliki oleh bisnis, organisasi, individu, dan entitas AS yang memegang saham 25% atau lebih, termasuk kapal berbendera AS atau buatan Washington.
Menurut Presiden Kamar Dagang Amerika di China, Michael Hart, pengenaan biaya kepada kapal-kapal China oleh AS berpotensi meningkatkan biaya bagi konsumen AS, menurunkan keuntungan bagi pengirim barang, dan menurunkan permintaan ekspor ke AS dalam kategori tertentu.
Ketegangan antara kedua negara tetap tinggi meskipun telah ada pembicaraan melalui telepon antara Presiden Trump dan Presiden Xi Jinping bulan lalu. Rencana pertemuan antara kedua pemimpin di Korea Selatan dalam beberapa minggu mendatang pun kini menjadi tidak pasti.