Jakarta – Indonesia menghadapi guncangan ganda: penurunan peringkat saham dan kasus korupsi besar di Pertamina. Lahatsatu melaporkan, Morgan Stanley menurunkan peringkat saham Indonesia menjadi "underweight," mengakibatkan IHSG melemah. Penurunan ini didorong oleh pergeseran tren return on equity (ROE) yang menguntungkan Cina dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terhambat. Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Kasus korupsi ini diduga mengakibatkan kerugian negara mencapai angka fantastis, Rp 193,7 triliun. Di antara para tersangka terdapat nama-nama penting seperti Direktur Utama Pertamina International Shipping (PIS), Yoki Firnandi, dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Keduanya kini ditahan selama 20 hari untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Kejagung juga menetapkan tersangka lain dari PT Kilang Pertamina Internasional dan pihak swasta.

Yang mengejutkan, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), putra pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid, juga turut menjadi tersangka. MKAR diduga berperan sebagai broker impor minyak mentah dan produk kilang, diduga terlibat dalam mark-up kontrak pengiriman yang menguntungkan dirinya dan menyebabkan harga BBM melambung.
Di tengah gejolak ini, anak usaha TPIA milik Prajogo Pangestu, PT Chandra Daya Investasi (CDI), berencana melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia sebelum pertengahan 2025. Langkah ini dinilai akan membuka peluang sinergi dan memperkuat permodalan Chandra Asri Group. Namun, IPO ini juga akan diuji di tengah ketidakpastian pasar yang sedang terjadi.
Perkembangan kasus korupsi Pertamina dan penurunan peringkat saham Indonesia ini tentu akan menjadi sorotan tajam bagi pemerintah dan pelaku pasar modal. Bagaimana dampaknya terhadap perekonomian nasional dan kepercayaan investor? Pertanyaan ini masih menjadi teka-teki yang menanti jawaban.