Jakarta – Seorang Guru Besar Universitas Pertahanan (Unhan), Kolonel Sus Prof Mhd Halkis MH, menantang Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Gugatan teregister dengan nomor 38/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025, diajukan melalui kuasa hukumnya, Izmi Waldani dan Bagas Al Kautsar.
Halkis, yang juga perwira aktif, menilai UU TNI mengekang hak-hak prajurit sebagai warga negara. Ia menyoroti definisi "tentara profesional" dalam Pasal 2 huruf d UU TNI yang dianggapnya bermasalah. Pasal tersebut mendefinisikan tentara profesional dengan pendekatan negatif, mencantumkan apa yang tidak boleh dilakukan prajurit, seperti berpolitik praktis dan berbisnis. Menurut Halkis, definisi ini ambigu dan tidak menjelaskan secara positif apa arti profesionalisme militer sesungguhnya.

"Definisi yang tepat seharusnya menekankan netralitas, kompetensi, serta hak ekonomi dan jabatan publik bagi prajurit," tegas Halkis dalam keterangannya, Sabtu (15/3).
Lebih lanjut, Halkis mempersoalkan larangan berbisnis bagi prajurit dalam Pasal 39 ayat (3) UU TNI. Ia berpendapat, larangan ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk bekerja dan mendapatkan penghidupan layak. Ia mencontohkan Amerika Serikat dan Jerman yang memperbolehkan prajurit berwirausaha dengan pengawasan yang ketat.
"Dengan jaminan kesejahteraan yang belum memadai, larangan berbisnis ini menimbulkan ketimpangan ekonomi, terutama bagi prajurit pasca-pensiun," ungkap Halkis. Ia mendesak pemerintah untuk memberikan jaminan ekonomi yang layak bagi prajurit selama dan setelah masa tugasnya jika larangan tersebut tetap diberlakukan. Gugatan ini pun menjadi sorotan, menantang interpretasi atas profesionalisme militer di Indonesia.