Jakarta – Dua anggota kepolisian dijatuhi sanksi berat akibat keterlibatan mereka dalam kasus pemerasan terhadap warga negara Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Iptu JA dan Brigadir HK masing-masing menerima hukuman demosi selama delapan tahun dan ditempatkan di luar fungsi penegakan hukum. Informasi ini disampaikan Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Pol. Erdi A. Chaniago, Senin lalu.
Kedua polisi tersebut terbukti melanggar kode etik profesi. Mereka awalnya mengamankan dua warga negara Malaysia yang diduga menyalahgunakan narkoba di acara tersebut. Namun, alih-alih memproses kasus melalui jalur resmi Tim Asesmen Terpadu (TAT), mereka justru meminta sejumlah uang sebagai imbalan untuk pembebasan kedua WNA tersebut.
Perbuatan mereka disangkakan melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, juncto pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 5 ayat (1) huruf c dan pasal 10 ayat (1) huruf d Perpol Nomor 7 Tahun 2022. Selain demosi, mereka juga dijatuhi sanksi administratif berupa penempatan di tempat khusus selama 30 hari. Dari sisi etika, keduanya dinyatakan melakukan perbuatan tercela, wajib meminta maaf secara tertulis kepada pimpinan Polri dan di hadapan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), serta mengikuti pembinaan rohani, mental, dan pengetahuan profesi selama satu bulan.
Erdi menjelaskan bahwa penegakan kode etik ini telah melalui proses pemeriksaan yang teliti untuk mengklasifikasikan peran masing-masing anggota yang terlibat. Hukuman yang dijatuhkan pun disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Keputusan ini diambil setelah sidang di Ruang Sidang KKEP Bidpropam Polda Metro Jaya.
JA dan HK sendiri telah mengajukan banding atas putusan tersebut. Kasus ini telah menjerat total 20 personel Polri. Sebelumnya, 18 personel lain telah menjalani sidang etik, dengan tiga di antaranya dipecat tidak dengan hormat (PTDH) dan 15 lainnya menerima sanksi demosi selama 5-8 tahun di luar fungsi penegakan hukum.