Lahatsatu.com – Gunung es utang PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) kembali menjadi sorotan. Kurator pailit mencatat total tagihan mencapai Rp 32,6 triliun, di mana Rp 1,2 triliun di antaranya berasal dari perusahaan-perusahaan afiliasi keluarga pemilik Sritex. Denny Ardiansyah, salah satu kurator, mengungkapkan adanya 11 perusahaan afiliasi dengan direktur dari keluarga pemilik pabrik tekstil terbesar di Indonesia itu yang mengajukan tagihan. Ironisnya, aset Sritex yang hanya sekitar Rp 10 triliun tak cukup menutupi seluruh kewajiban tersebut. Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, yang juga tercatat sebagai salah satu penagih utang, pun disebut sulit dihubungi oleh kurator untuk dimintai keterangan.
Selain masalah Sritex, rencana penawaran saham perdana (IPO) Superbank, bank digital milik Grab dan Emtek, juga menarik perhatian. Superbank membidik valuasi hingga Rp 32,6 triliun dalam IPO tersebut, dengan potensi penggalangan dana segar mencapai Rp 4,89 triliun. Meskipun kabar ini masih dalam tahap awal dan belum pasti, potensi IPO Superbank menunjukkan geliat di sektor perbankan digital.
Sementara itu, gejolak di bursa saham juga terjadi. Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) anjlok hingga keluar dari jajaran lima emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penurunan harga saham BBRI mencapai 1,30% dan mengakibatkan kapitalisasi pasarnya turun menjadi Rp 575,92 triliun. Kondisi ini bertolak belakang dengan kinerja saham RATU, anak usaha PT Rukun Raharja Tbk, yang justru melesat hingga 201% sejak IPO dan mencatatkan rekor tertinggi selama lima hari berturut-turut.
Perkembangan ini menunjukkan dinamika yang kompleks di dunia bisnis dan pasar modal Indonesia, mulai dari permasalahan utang perusahaan besar hingga pergerakan saham yang fluktuatif. Ketiga peristiwa ini menjadi catatan penting bagi pelaku pasar dan investor untuk mencermati perkembangan selanjutnya.