Jakarta, 10 Januari 2024 – Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menyampaikan pidato panjang selama hampir tiga jam dalam rangka HUT ke-52 partai berlambang banteng moncong putih tersebut. Pidato yang disampaikan di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, tidak hanya berisi ucapan syukur, tetapi juga berisi kritik tajam terhadap sejumlah lembaga negara dan pesan menohok bagi kadernya sendiri.
Megawati mengawali pidatonya dengan menyampaikan terima kasih kepada MPR dan Presiden Prabowo Subianto atas pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Ia menekankan bahwa pencabutan tersebut memulihkan nama baik Presiden Soekarno dan berharap kejadian serupa tidak terulang. Namun, ucapan terima kasih tersebut berlanjut pada kritikan terhadap sejumlah kebijakan pemerintahan.

Ia mempertanyakan slogan "Indonesia Emas" dan "Indonesia Kerja", menganggap slogan tersebut kurang jelas dan lebih memilih "Indonesia Raya" sebagai slogan yang lebih tepat dan bersejarah. Megawati juga melontarkan kritik pedas terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mempertanyakan mengapa KPK menganggap perlu memeriksa Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sementara banyak tersangka lain yang belum tersentuh.
Keheranan Megawati juga tertuju pada hasil Pemilu Presiden 2024. Ia menyiratkan kekecewaan atas kekalahan pasangan yang diusung PDIP, mengatakan bahwa ada hal yang perlu dipelajari dari hasil tersebut. Lebih lanjut, ia menunjukkan rasa lelahnya menghadapi kader yang dianggapnya "plintat-plintut" dan menyarankan kader yang tidak nyaman dengan PDIP untuk keluar dari partai.
Pidato Megawati juga menyoroti program pembangunan tiga juta rumah per tahun yang dicanangkan oleh pemerintah. Ia mempertanyakan ketersediaan lahan, sistem cicilan, dan dampaknya terhadap perekonomian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dilontarkan berdasarkan pengalamannya sebagai mantan Presiden RI.
Tak ketinggalan, Megawati juga menyinggung penangguhan gelar doktor Bahlil Lahadalia. Meskipun tidak menyebut nama secara langsung, Megawati menyindir orang-orang yang pura-pura mengerti namun sebenarnya tidak memahami suatu hal. Para kader yang hadir pun langsung menyebut nama Menteri ESDM tersebut.
Di akhir pidatonya, Megawati menegaskan bahwa dirinya tidak bermusuhan dengan Prabowo Subianto, hanya memilih berada di posisi yang berbeda karena memahami sudut pandang Prabowo sebagai ketua umum partai politik. Pidato Megawati ini menunjukkan sejumlah kegelisahan dan pandangan politiknya terhadap situasi terkini di Indonesia.