Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi melimpahkan kasus dugaan kartel bunga pinjaman online (pinjol) ke tahap persidangan. Keputusan ini diambil setelah rapat komisi pada 5 Maret lalu di kantor pusat KPPU, Jakarta.
Dugaan kartel ini bermula dari temuan KPPU terkait pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pelaku usaha yang diduga melanggar hukum adalah penyedia layanan pinjol, yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Sejak tahun 2023, KPPU telah melakukan penyelidikan menyeluruh, termasuk pemanggilan dan pemeriksaan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku usaha dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasil penyelidikan menunjukkan bukti cukup untuk menduga adanya pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999.
Dengan berlanjutnya kasus ke persidangan, KPPU akan mempersiapkan seluruh alat bukti untuk Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Para pelaku usaha di AFPI ditetapkan sebagai terlapor. Reputasi ID telah berupaya menghubungi AFPI untuk konfirmasi, namun belum mendapatkan tanggapan.
Penelitian KPPU pada Oktober 2023 menunjukkan adanya pengaturan oleh AFPI terkait penentuan komponen pinjaman, termasuk penetapan bunga 0,8% per hari dari jumlah pinjaman aktual. Hal ini kemudian beririsan dengan Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang penyelenggaraan layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi yang mengatur besaran bunga pinjol, namun dengan pertimbangan ketahanan industri dan kemampuan peminjam, tidak semua bunga pinjol diturunkan secara serentak pada 2025.
Ahmad Nasrullah, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan OJK, menjelaskan bahwa penurunan bunga yang merata dikhawatirkan akan membebani platform pinjol dan berpotensi mendorong peminjam beralih ke pinjol ilegal. Meskipun demikian, OJK mendorong peningkatan efisiensi platform agar bunga pinjol dapat diturunkan secara bertahap.