Ancaman Gagal Bayar Mengintai BPJS Kesehatan: Kenaikan Iuran Jadi Solusi?

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tengah menghadapi ancaman gagal bayar pada Juni 2026 jika tidak ada kenaikan tarif iuran. Hal ini diungkapkan oleh Direktur

Redaksi

Ancaman Gagal Bayar Mengintai BPJS Kesehatan: Kenaikan Iuran Jadi Solusi?

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tengah menghadapi ancaman gagal bayar pada Juni 2026 jika tidak ada kenaikan tarif iuran. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyusul kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang mengalami defisit selama dua tahun terakhir.

Pada 2023, BPJS Kesehatan mencatat pemasukan iuran sebesar Rp 149,61 triliun, namun kewajiban jaminan kesehatan kepada rumah sakit dan klinik mencapai Rp 158,85 triliun. Situasi serupa juga terjadi pada 2024, di mana penerimaan iuran hingga Oktober hanya mencapai Rp 133,45 triliun, sedangkan pengeluaran pembayaran klaim jaminan kesehatan mencapai Rp 146,28 triliun.

Ancaman Gagal Bayar Mengintai BPJS Kesehatan: Kenaikan Iuran Jadi Solusi?
Gambar Istimewa : cdn1.katadata.co.id

Untuk menutup selisih beban dalam dua tahun terakhir, BPJS Kesehatan mengandalkan aset netto yang diperoleh dari surplus penerimaan iuran pada tahun 2020, 2021, dan 2022. Namun, dengan kondisi defisit yang terus berlanjut, aset netto diperkirakan akan mencapai titik negatif pada November 2025, dan gagal bayar akan terjadi pada Juni 2026.

Salah satu faktor yang menyebabkan defisit adalah meningkatnya jumlah klaim. Direktur Utama BPJS Kesehatan menyebutkan bahwa utilisasi harian layanan kesehatan saat ini mencapai 1,7 juta per hari, meningkat signifikan dibandingkan dengan 252 utilisasi per hari pada awal pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2014.

"Kekuatan aset netto BPJS Kesehatan masih mampu untuk membayar seluruh tagihan rumah sakit dan klinik hingga akhir tahun 2025," ujar Ghufron. "Namun agak berat di tahun 2026 kalau tidak ada skenario kebijakan tertentu. BPJS tidak ingin defisit."

Menanggapi situasi ini, Anggota Komisi IX DPR, Edy Wuryanto, berpendapat bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan sebuah keniscayaan. "Terakhir, kenaikan iuran dilakukan pada 2020. Maka seiring dengan pertambahan peserta, kunjungan ke fasilitas kesehatan juga meningkat, sehingga tidak heran jika beban BPJS Kesehatan juga besar," kata Edy.

Edy menambahkan bahwa penyesuaian iuran BPJS dapat dilakukan karena peninjauan besaran iuran dapat berlangsung sekali dalam dua tahun, sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020. "Secara yuridis memang harus ada kenaikan iuran," tegasnya.

Kenaikan iuran juga dirasa perlu mengingat peningkatan biaya layanan kesehatan, seperti INA CBGs, kapitasi, dan skrining kesehatan. "Dengan tiga komponen ini, pembiayaan JKN semakin meningkat," ujar Edy.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi topik yang hangat diperdebatkan. Di satu sisi, kenaikan iuran diperlukan untuk menjaga keberlanjutan program JKN dan mencegah gagal bayar. Di sisi lain, kenaikan iuran dapat membebani peserta, terutama bagi masyarakat kurang mampu.

Pemerintah dan BPJS Kesehatan perlu mencari solusi yang tepat untuk mengatasi defisit keuangan dan menjaga keberlanjutan program JKN, tanpa membebani peserta secara berlebihan.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Klik Laporkan. Terima Kasih
Laporkan

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar

ads cianews.co.id banner 1