AI Ancam Pekerja Perempuan, Diskriminasi Semakin Merajalela

Kecerdasan buatan (AI) yang semakin canggih ternyata membawa ancaman baru bagi dunia kerja, khususnya bagi pekerja perempuan. Sebuah studi terbaru dari Institute of Management Development

Redaksi

AI Ancam Pekerja Perempuan, Diskriminasi Semakin Merajalela

Kecerdasan buatan (AI) yang semakin canggih ternyata membawa ancaman baru bagi dunia kerja, khususnya bagi pekerja perempuan. Sebuah studi terbaru dari Institute of Management Development (IMD) menunjukkan bahwa otomatisasi pekerjaan yang dipicu oleh AI berpotensi mengancam lapangan pekerjaan perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.

Data Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) menunjukkan bahwa perbedaan gender berdampak signifikan pada implementasi AI dan otomatisasi pekerjaan. Di negara maju, perempuan (7,9%) lebih terdampak otomatisasi pekerjaan dengan AI dibandingkan laki-laki (2,9%). Tren serupa juga terjadi di negara berkembang, di mana perempuan (2,7%) lebih terdampak AI dibandingkan pria (1,3%).

AI Ancam Pekerja Perempuan, Diskriminasi Semakin Merajalela

Riset IMD juga menunjukkan bahwa AI berpotensi menggantikan 5,5% pekerjaan di negara berpendapatan tinggi, sementara di negara berpendapatan rendah hanya kurang dari 0,4%. Hal ini disebabkan oleh akses teknologi yang lebih terbatas di negara-negara berkembang.

Lebih lanjut, riset ini menemukan bahwa 12% eksekutif di 67 negara mengaku AI telah menggantikan sebagian pekerjaan, yang berujung pada pengurangan jumlah karyawan. Di sisi lain, 7% eksekutif berpendapat bahwa AI mendorong karyawan untuk melakukan "quiet quitting" atau memilih pensiun dini.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah peningkatan diskriminasi terhadap pekerja perempuan akibat implementasi AI. Direktur IMD World Competitiveness Center, Arturo Bris, menekankan perlunya evaluasi ulang terhadap keadilan dan akuntabilitas algoritma AI dalam proses perekrutan, promosi, dan evaluasi kinerja karyawan.

Peningkatan diskriminasi ini, menurut Bris, berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Daya saing suatu negara bisa melemah karena tenaga kerja asing yang berkualitas enggan masuk ke negara yang diskriminatif. Akibatnya, perusahaan besar kesulitan mendapatkan beragam talenta dan sumber daya manusia yang dibutuhkan.

"Pencegahan ini perlu dilakukan agar tidak berkembang menjadi gejolak sosial dan berdampak pada kemampuan suatu negara untuk menarik talenta asing. Kurangnya daya tarik ini pada akhirnya akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi," ujar Bris.

Kesimpulannya, AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, implementasinya harus dilakukan dengan bijak dan adil agar tidak menimbulkan dampak negatif, khususnya bagi pekerja perempuan. Evaluasi dan pengawasan terhadap algoritma AI sangat penting untuk memastikan keadilan dan mencegah diskriminasi, sehingga pertumbuhan ekonomi jangka panjang dapat terjaga.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Klik Laporkan. Terima Kasih
Laporkan

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar

ads cianews.co.id banner 1