Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama sepenuhnya dengan aparat penegak hukum dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Kasus yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp500 miliar ini tengah diselidiki Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Sekretaris Jenderal Kemkominfo, Ismail, menegaskan komitmen kementerian untuk memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna mendukung proses hukum. Pernyataan ini disampaikan Jumat (14/3) melalui siaran pers. Ia menekankan bahwa transparansi dan akuntabilitas merupakan nilai fundamental dalam setiap kebijakan dan program Kemkominfo.

"Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar," ujar Ismail. "Kami terus berkomitmen untuk memperkuat ekosistem digital nasional dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip good governance," tambahnya.
Proyek PDNS sendiri, menurut Ismail, dirancang untuk memperkuat infrastruktur data nasional dan mendukung transformasi digital Indonesia. Tujuannya adalah meningkatkan keamanan data dan efisiensi layanan publik di ekosistem digital nasional. Kemkominfo memastikan bahwa semua proses pengadaan dan implementasi proyek strategis tetap berada dalam koridor tata kelola yang baik.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menjelaskan bahwa penyelidikan terkait pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS periode 2020-2024. Total pagu anggaran proyek mencapai Rp958 miliar, namun diduga terdapat kecurangan dalam proses pengadaan. Kejaksaan menduga kecurangan ini turut berkontribusi pada serangan ransomware pada 2024 yang mengakibatkan beberapa layanan tidak berfungsi dan data penduduk Indonesia terekspos.
Lebih lanjut, Kejaksaan menemukan bahwa meskipun anggaran yang telah dikeluarkan lebih dari Rp959 miliar, pelaksanaan proyek tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Perpres tersebut hanya mewajibkan pembangunan Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS, dan tidak menjamin perlindungan seluruh data sesuai standar Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).