Garuda Indonesia tengah mempertimbangkan untuk menambah armadanya dengan pesawat buatan Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC). Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan, membenarkan adanya komunikasi awal dengan COMAC terkait pembelian pesawat C919. Namun, ia menekankan bahwa proses pengadaan pesawat masih panjang dan belum ada kepastian.
"Kalau komunikasinya sudah dimulai, tapi kalau sampai betul-betul pesawatnya kami operasikan itu prosesnya masih panjang sekali," ujar Wamildan saat ditemui di Kementerian BUMN beberapa waktu lalu.

Garuda berencana menambah 20 pesawat pada tahun 2025 secara bertahap. Pada Januari ini, dua pesawat Boeing akan bergabung dengan armada Garuda. C919, yang dirancang sebagai pesaing Boeing dan Airbus, memiliki desain mirip Boeing 737 dan Airbus A320; pesawat lorong tunggal, bermesin ganda, dan bersayap rendah.
Kendala utama C919 adalah belum adanya sertifikasi keselamatan penerbangan internasional. Saat ini, pesawat tersebut hanya dapat beroperasi di wilayah China. Hal ini menjadi tantangan bagi COMAC dalam hal perawatan dan perbaikan di luar China, mengingat Airbus dan Boeing memiliki jaringan global yang luas untuk penjualan, pemeliharaan, dan rantai pasokan.
Mengenal COMAC
COMAC, berpusat di Shanghai, didirikan pada 11 Mei 2008. Perusahaan ini merupakan hasil kerja sama investasi dari berbagai perusahaan besar China, termasuk Komisi Pengawasan dan Administrasi Aset Milik Negara (SASAC), Shanghai Guo Sheng (Group) Co, Ltd, Aviation Industry Corporation of China (AVIC), dan beberapa perusahaan lainnya.
COMAC telah memproduksi tiga jenis pesawat: C909, C919, dan C929. C919, pesawat jet pertama buatan China, dirancang dengan standar internasional dan memiliki hak kekayaan intelektual independen. Pesawat ini berkapasitas 158-174 kursi dengan jangkauan terbang 4.075-5.555 kilometer. C919 memulai uji terbang pada Mei 2017 dan beroperasi secara komersial sejak Mei 2023 setelah mendapatkan sertifikasi dari Civil Aviation Administration of China (CAAC) pada September 2022.
Meskipun seluruh badan pesawat dibuat di China, komponen C919 juga berasal dari beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis. Ini menjadi pertimbangan tersendiri bagi Garuda Indonesia dalam proses evaluasi.