Jakarta – Rencana pemerintah membatasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) hanya untuk kendaraan berplat kuning berpotensi memicu kenaikan tarif ojek online (ojol) hingga 10-15%. Hal ini disampaikan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda.
"Saya kira bisa naik hingga 10-15% ke konsumen akhir," ujar Nailul kepada Lahatsatu.
Nailul menilai kebijakan ini keliru dan berpotensi menurunkan kesejahteraan pengemudi ojol jangka panjang. Ia mempertanyakan definisi "orang tidak mampu" yang digunakan pemerintah, mengingat pengemudi ojol, meski memiliki kendaraan sendiri, belum tentu mampu secara ekonomi. "Subsidi Pertalite diberikan ke orang yang tidak mampu, di mana definisi mereka adalah orang yang tidak punya kendaraan. Ini pernyataan lucu dari pemerintah," tegas Nailul.
Lebih lanjut, Nailul memprediksi kebijakan ini akan memicu perdagangan Pertalite ilegal. Karena masih ada permintaan Pertalite dari kalangan yang tak mampu membeli Pertamax, maka akan muncul penjual yang memanfaatkan selisih harga kedua jenis BBM tersebut. Kenaikan biaya operasional akibat sulitnya akses Pertalite akan dibebankan kepada penumpang. "Saya melihat ini akan menjadi problem ke depan karena dapat menurunkan demand dan menurunkan kesejahteraan pengemudi ojol," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyatakan subsidi BBM akan difokuskan pada kendaraan berplat kuning. Ia beralasan ojol merupakan bisnis, bukan transportasi publik, sehingga tak berhak mendapat subsidi. Namun, Bahlil menegaskan belum ada keputusan final dan pemerintah masih menyusun formula subsidi yang tepat sasaran. Ia telah menyampaikan usulan ini kepada Presiden dan menunggu data penerima subsidi dari Badan Pusat Statistik.
Ketua Umum Asosiasi Gabungan Aksi Roda Dua (Garda), Igun Wicaksono, merespon rencana ini dengan ancaman aksi protes besar-besaran. Garda, sejak 2018, telah mendesak pemerintah untuk memberikan legalitas kepada pengemudi ojol sebagai angkutan umum. "Tiba-tiba Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menolak ojol sebagai penerima BBM bersubsidi karena bukan angkutan umum, sehingga kami anggap hal ini merupakan hal yang tidak dapat diterima," tegas Igun kepada Lahatsatu. Ia menambahkan, jika kebijakan ini diterapkan, akan terjadi gelombang aksi unjuk rasa di seluruh Indonesia. Igun juga mengingatkan bahwa BBM berkontribusi 50-60% terhadap pengeluaran pengemudi ojol.