Penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, oleh Kejaksaan Agung dinilai keliru dan tidak berdasar oleh pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Fickar berpendapat bahwa Tom tidak bisa dipidana hanya berdasarkan dugaan kesalahan dalam pengambilan kebijakan.
"Seorang pengambil kebijakan dimungkinkan mengambil sikap yang berisiko berkaitan dengan jabatannya. Penetapan Tom sebagai tersangka bisa menjadi preseden dan membuat orang tak berani untuk menjadi pejabat publik," ujar Fickar.

Fickar menegaskan bahwa kebijakan sejatinya tak bisa dipidanakan karena dibuat pejabat publik dengan dasar wewenang yang dipegangnya. "Kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan sesuatu materi yang bernilai ekonomis, ini namanya penyalahgunaan jabatan, gratifikasi, dan sebagainya," jelasnya.
Dalam kasus importasi gula yang tengah diusut Kejaksaan, Tom ditetapkan sebagai tersangka karena memberikan izin impor gula. Fickar menilai, pemberian izin impor oleh Tom tidak dapat menjadi dasar penetapan tersangka. Ia juga menganggap bahwa dugaan tidak berjalannya koordinasi dalam pengambilan keputusan bukan berada di ranah hukum pidana.
Fickar menyebut penetapan Tom Lembong sebagai tersangka sebagai bentuk kriminalisasi. "Jangan-jangan karena Tom pernah menjadi tim sukses dari salah satu calon dalam kontestasi presiden. Jika ingin dipersoalkan mengapa baru sekarang, mengapa tidak 8 tahun yang lalu?" tanyanya.
Ia juga menyoroti tidak adanya tindakan yang sama pada Menteri Perdagangan sebelumnya dengan kebijakan yang sama. Menurut Fickar, kebijakan yang diambil Tom Lembong saat menjadi Mendag tak jauh berbeda dengan mendag lainnya.
"Kalau Tom bisa disebut korupsi karena merugikan negara ketika membolehkan perusahaan swasta yang impor gula dan bukan BUMN harus dilihat lagi kerugiannya apa? Itu tafsir Kejaksaan belum ada buktinya," tegas Fickar.
Fickar juga mempertanyakan tidak adanya reaksi dari Presiden Joko Widodo kala itu dan juga Menteri BUMN yang mempermasalahkan kebijakan impor gula tersebut. "Artinya Presiden dan Menteri BUMN juga tidak mempersoalkan kebijakan itu, bahkan Presiden Jokowi pada waktu berkuasa menyatakan kebijakan tidak boleh dikriminalisasi," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016. Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan bisnis PT PPI periode 2015-2016 Charles Sitorus sebagai tersangka.
Kejagung menjelaskan bahwa berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian yang dilaksanakan pada 15 Mei 2015, Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu melakukan impor. Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih. Kerugian negara ditaksir senilai Rp 400 miliar.