Sejumlah besar masyarakat Indonesia, diperkirakan mencapai dua juta orang, terancam kesulitan mendapatkan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) akibat tunggakan di pinjaman online (pinjol) dan layanan paylater. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa per Juni lalu, sebanyak 547.700 rekening menunggak utang pinjol lebih dari 90 hari. Sementara itu, per Juli, tercatat 1,5 juta kontrak pembiayaan bermasalah atas layanan paylater.
"Data dalam SLIK dapat dilakukan pembaruan apabila peminjam melakukan pembayaran atau melakukan langkah-langkah sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman.
Sebelumnya, Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) mencatat bahwa sekitar 40% pengajuan KPR ditolak karena calon nasabah memiliki riwayat tunggakan utang di pinjol. Hal ini disebabkan karena jejak utang pinjol pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) tidak langsung terhapus setelah pinjaman dilunasi.
OJK pun berupaya untuk memperketat pengawasan terhadap pinjol dan paylater. "OJK mendorong penyelenggara pinjol untuk meningkatkan mitigasi risiko gagal bayar, antara lain dengan memperhatikan kemampuan bayar peminjam dan membatasi borrower untuk menerima pendanaan maksimal tiga penyelenggara LPBBTI," kata Agusman.
Sebagai upaya pencegahan, OJK juga menerbitkan aturan baru yang akan mempersulit masyarakat yang menunggak utang di pinjol saat mengajukan KPR maupun Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2024 mengenai pelaporan dan permintaan informasi debitur melalui SLIK.
Aturan baru ini mewajibkan penyelenggara pinjol dan perusahaan asuransi untuk melaporkan data terkait nasabah ke SLIK. Sebelumnya, hanya bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, lembaga pendanaan efek, dan lembaga jasa keuangan lainnya yang diwajibkan melaporkan data ke SLIK.
"Dengan adanya penambahan pihak yang wajib menyampaikan informasi pendukung aktivitas penyediaan dana pada SLIK, informasi terkait debitur akan menjadi lebih komprehensif," jelas OJK dalam keterangan pers.
OJK berharap aturan baru ini dapat membantu industri jasa keuangan dalam melakukan manajemen risiko kredit atau pembiayaan dan/atau risiko asuransi atau penjaminan, serta kegiatan lainnya.