UU Telekomunikasi Dinilai Ketinggalan Zaman, Kominfo Belum Berencana Revisi

Jakarta – Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dinilai sudah ketinggalan zaman dan tak lagi relevan dengan perkembangan teknologi terkini. Kecerdasan buatan (AI) dan

Redaksi

UU Telekomunikasi Dinilai Ketinggalan Zaman, Kominfo Belum Berencana Revisi

Jakarta – Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dinilai sudah ketinggalan zaman dan tak lagi relevan dengan perkembangan teknologi terkini. Kecerdasan buatan (AI) dan Internet of Things (IoT) menjadi contoh teknologi yang tidak terakomodasi dalam UU tersebut.

Meskipun demikian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum memiliki rencana untuk merevisi UU Telekomunikasi. "Tidak. Belum ada rencana itu," tegas Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi saat ditemui di kantornya, Kamis (10/10).

UU Telekomunikasi Dinilai Ketinggalan Zaman, Kominfo Belum Berencana Revisi
Gambar Istimewa : cdn1.katadata.co.id

Namun, Kominfo berencana mengkaji aturan perizinan jaringan yang diatur dalam UU Telekomunikasi. Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kominfo Dany Suwardany sebelumnya telah merespon usulan revisi UU Telekomunikasi. "Terkait perizinan dan perlindungan konsumen belum di-cover. Kami perlu inventarisasi isu dan melakukan kajian akademis dulu," ujar Dany dalam acara Selular Bisnis Forum di Dapoer Oemoem, Jakarta, Selasa (8/10).

Ridwan Effendi, peneliti telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung (ITB), menilai UU Telekomunikasi menjadi penghambat pengadaan jaringan. Menurutnya, banyaknya izin yang harus dipenuhi dari tingkat daerah hingga pusat membuat proses birokrasi menjadi panjang dan meningkatkan modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

"Saya mendorong Prabowo berinisiatif mengubah UU 36 tahun 1999, karena sekarang ini sudah banyak lompatan teknologi yang tidak bisa dikejar dengan UU lama," ujar Ridwan.

Ia mencontohkan keinginan sebagian masyarakat agar komunikasi tidak terputus selama berada di pesawat. "Dengan perizinan sekarang, sambungan komunikasi pasti terputus. Harus ada penyederhanaan perizinan agar operator mau berbisnis di situ," tambah Ridwan.

Selain mempermudah perizinan, Ridwan juga mengusulkan pemerintah untuk menghidupkan kembali regulator independen khusus telekomunikasi guna menciptakan persaingan usaha yang sehat. Indonesia pernah memiliki Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang memiliki tugas serupa, namun dibubarkan pada tahun 2020.

"Kalau dulu BRTI di bawah menteri, eksekutif, sekarang menurut saya harus berada di luar eksekutif. Levelnya harus di bawah presiden langsung supaya independen. Perlu ada UU baru untuk ini," tegas Ridwan.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Klik Laporkan. Terima Kasih
Laporkan

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar

ads cianews.co.id banner 1