Jakarta – Kalangan pengusaha menyampaikan kekhawatiran terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dinilai dapat memperburuk kondisi bisnis hotel dan restoran di Jakarta. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyoroti adanya larangan merokok di hotel, restoran, kafe, bar, dan tempat hiburan sejenis dalam Raperda tersebut.
Anggota Badan Pengurus Daerah (BPD) PHRI Jakarta, Arini Yulianti, mengungkapkan bahwa berdasarkan survei internal, sekitar 50% pelaku usaha meyakini Raperda KTR yang lebih ketat akan berdampak negatif pada bisnis mereka. "Kami bukan anti regulasi, tetapi mohon jangan dibebani dengan aturan yang semakin memperberat," ujarnya.

Arini menambahkan, kondisi bisnis hotel dan restoran saat ini belum sepenuhnya pulih. Survei PHRI DKI Jakarta pada April 2025 menunjukkan bahwa 96,7% hotel mengalami penurunan tingkat hunian. Kondisi ini memaksa banyak pelaku usaha untuk melakukan efisiensi, termasuk pengurangan karyawan. Padahal, sektor ini telah menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja dan menyumbang sekitar 13% Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI.
"Kami khawatir konsumen akan beralih ke kota lain dengan regulasi yang lebih longgar," imbuhnya. PHRI berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi ini dan menciptakan kebijakan KTR yang berimbang, tanpa mengorbankan sektor bisnis demi mengejar indikator kota global.
Senada dengan PHRI, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anggana Bunawan, menekankan pentingnya kepastian dan sinkronisasi kebijakan di tengah situasi ekonomi yang menantang. Menurutnya, industri saat ini masih berjuang untuk melakukan penyesuaian operasional.
"Raperda KTR ini belum urgen. Kami menghormati pemerintah DKI Jakarta, tetapi kebijakan yang eksesif berisiko menjadi tantangan bagi produktivitas industri. Kondisi sosio ekonomi masyarakat juga harus dipertimbangkan," jelas Anggana. Ia berharap pemerintah tetap memperhatikan keberlangsungan industri dan mempertimbangkan waktu yang tepat untuk menerapkan kebijakan tersebut.