Jakarta, 17 Maret – Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah mengusut dugaan korupsi proyek pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) periode 2020-2024 senilai Rp 958 miliar. Kasus ini diduga merugikan negara lebih dari Rp 500 miliar dan dikaitkan dengan serangan ransomware yang mengganggu layanan publik serta membocorkan data pribadi warga Indonesia pada 2024.
PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Aplikanusa Lintasarta, dua perusahaan ICT yang terlibat dalam proyek tersebut, menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama sepenuhnya dengan pihak berwajib.

Andri Herawan Sasoko, VP Corporate Communication Telkom, menegaskan komitmen perusahaan untuk mengikuti proses hukum dan mendukung penyelidikan. "Kami siap bekerja sama dengan pihak berwenang dalam rangka mendukung penyelidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya dalam keterangan resmi. Andri menekankan bahwa Telkom selalu menjalankan bisnis sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Senada dengan Telkom, Lintasarta melalui Head of Corporate Communications, Dahlya Maryana, menyatakan menghormati proses hukum dan akan bersikap kooperatif. "Lintasarta mengikuti prosedur yang berlaku dengan menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas," kata Dahlya. Ia menambahkan bahwa perusahaan memastikan perlindungan optimal data pelanggan dengan dukungan mitra strategis dan standar global.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, menjelaskan bahwa penyidikan fokus pada dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa PDNS di Kementerian Komunikasi dan Digital. Kejaksaan menilai pengadaan tersebut melanggar Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang hanya mewajibkan pembangunan Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS. Dugaan kecurangan dalam pengadaan ini, menurut Kejaksaan, turut berkontribusi pada serangan ransomware yang terjadi.