OJK Ungkap: Pelaku Penipuan Online Didominasi Remaja

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa sebagian besar pelaku penipuan digital atau scam di Indonesia didominasi oleh kalangan remaja. Hal ini

Agus sujarwo

OJK Ungkap: Pelaku Penipuan Online Didominasi Remaja

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa sebagian besar pelaku penipuan digital atau scam di Indonesia didominasi oleh kalangan remaja. Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam sebuah acara di Jakarta Pusat.

Menurut Dewi, OJK melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) terus berupaya meningkatkan penegakan hukum terhadap para pelaku scam, mulai dari penelusuran transaksi, pemblokiran rekening, penyelidikan, hingga penuntutan. Bahkan, pihaknya kini aktif mengejar para pelaku penipuan tersebut.

OJK Ungkap: Pelaku Penipuan Online Didominasi Remaja
Gambar Istimewa : akcdn.detik.net.id

"Kita sudah mengejar pelakunya. Jadi pelaku scammerscammer tuh ada. Dan kebanyakan anak-anak muda sih, anak-anak remaja-remaja begitu. Dan ada di suatu wilayah yang memang ngumpulnya di situ," ujar Dewi.

IASC tidak hanya fokus pada pemblokiran aliran dana dan upaya pengembalian uang korban, tetapi juga aktif dalam pengejaran pelaku. Dewi menekankan pentingnya kecepatan pelaporan dalam penanganan kasus penipuan. Ia mencontohkan, di luar negeri, masyarakat dapat melapor ke pusat anti-scam dalam waktu 15 menit setelah kejadian. Sementara di Indonesia, laporan rata-rata baru masuk setelah 17 jam, yang seringkali membuat uang korban sulit untuk diselamatkan.

"Tapi kalau bisa cepat itu banyak sekali yang bisa kita bantu dan sukses kita kembalikan. Walaupun biasanya nggak akan pernah sampai utuh ya kembali. Tapi setidaknya masih ada yang bisa dikembalikan gitu. Tapi kalau sudah lewat hari itu, sudah berat," jelasnya.

Dewi menegaskan bahwa OJK bersama Bank Indonesia, perbankan, pasar modal, hingga asosiasi financial technology tengah memperkuat sistem Anti-Scam Center serta meningkatkan sosialisasi edukasi nasional agar masyarakat lebih waspada terhadap berbagai modus kejahatan keuangan digital.

Ia menambahkan, total kerugian masyarakat akibat penipuan dan aktivitas keuangan ilegal telah mencapai Rp 7,3 triliun. Dana sebesar itu, menurutnya, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Sayang, kalau uang Rp 7,3 triliun itu masuk ke pasar modal bisa buat beli saham, buat perusahaan itu besarkan ya. Kalau masuk ke sistem perbankan, buat dipinjamkan ya ke perusahaan-perusahaan untuk modal dan lain-lain itu luar biasa. Tapi ini hilang menguap karena scam," imbuhnya.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Klik Laporkan. Terima Kasih
Laporkan

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar

ads cianews.co.id banner 1