Startup fintech lending Investree tengah menghadapi badai. Sejak tahun lalu, platform pinjol ini digugat oleh para pemberi pinjaman (lender) karena terlambat dalam pembayaran. Meskipun begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum mencabut izin operasional Investree.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, menjelaskan bahwa OJK terus memantau dan mengawasi Investree. Otoritas fokus pada pemenuhan komitmen Investree terhadap rencana tindak lanjut (action plan) yang telah disampaikan.
Pada Februari lalu, Investree mengumumkan telah mendapatkan "commitment letter" dari JTA Holdings Qatar. Surat ini merupakan bagian dari pendanaan Seri D untuk pendirian perusahaan patungan (joint venture) dengan JTA Holdings Qatar. Investree akan mendapatkan lebih dari 220 juta Euro (sekitar Rp 3,6 triliun) dari putaran pendanaan ini, yang dipimpin oleh JTA International Holding. SBI Holdings, investor sebelumnya, juga dikabarkan berpartisipasi.
"Namun hingga saat ini belum ada laporan realisasi penyuntikan modal dan penyelesaian permasalahan di Investree," ungkap Agusman dalam keterangan pers, Rabu (2/10).
OJK menegaskan akan mengambil langkah pengawasan yang diperlukan dan memberikan sanksi sesuai ketentuan jika Investree tidak memenuhi kewajibannya. "Berdasarkan korespondensi terakhir, alamat kantor Investree masih aktif dan masih dapat menerima kunjungan pengaduan walk in customer," tambah Agusman.
Polemik Investree mencuat pada Mei 2023, ketika sejumlah warganet mengeluhkan dana yang belum dikembalikan dari platform tersebut. Lima bulan kemudian, Adrian Gunadi, CEO Investree saat itu, mengumumkan bahwa induk usaha Investree Singapore Pte Ltd telah mendapatkan pendanaan Seri D melalui joint venture di Doha, Qatar.
Namun, pada Januari 2024, OJK mengumumkan bahwa Investree telah dikenai sanksi administratif karena melanggar ketentuan yang berlaku. Sanksi ini bisa berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, atau pencabutan izin usaha. OJK tidak merinci pelanggaran yang dimaksud.
Di bulan yang sama, Adrian Gunadi mengundurkan diri dari jabatan CEO. Investree juga membantah klaim bahwa PT Putra Radhika Investama, PT Radhika Persada Utama, atau perusahaan dan perorangan lainnya merupakan afiliasi, anak perusahaan, atau anak usaha Investree.
"Pernyataan ini bertujuan meluruskan berita-berita yang berkembang belakangan ini sekaligus memberikan informasi kepada para pihak yang mungkin terkena dampak," jelas Investree.
Di sisi lain, Investree menghadapi lima gugatan sejak akhir tahun lalu. Tiga gugatan di antaranya menuntut kerugian dari sisi nilai pendanaan, imbal hasil, dan bunga berjalan total Rp 5,3 miliar.
Investree menyatakan akan mendapatkan modal dari investor. "Kami berharap dapat segera menyelesaikan rencana restrukturisasi dengan penyuntikan ekuitas baru dari investor," ujar Kok Chuan Lim, Co-Founder/Director Investree Singapore Pte. Ltd., dalam keterangan pers pada Januari (31/1).
Investree juga menyatakan akan terus melakukan proses penagihan kepada peminjam. "Selain itu, memantau secara intens untuk memastikan borrower bisa melakukan pelunasan dan membayar seluruh kewajibannya," tulis Investree dalam email kepada lender pada Januari (25/1).
Pada Februari, Investree dikabarkan menerima dana talangan US$ 7 juta (sekitar Rp 110 miliar) dari SBI Holdings. Dana ini digunakan untuk gaji karyawan, biaya asuransi kredit, dan penagihan.
DealStreetAsia melaporkan bahwa Investree telah mengalokasikan US$ 4,5 juta dari dana talangan tersebut untuk gaji karyawan, termasuk gaji terutang, tunjangan, pajak, utang, dan biaya terkait lainnya. Dana US$ 1,15 juta dialokasikan untuk biaya hukum dan audit, US$ 750 ribu untuk biaya penghematan, US$ 500 ribu untuk biaya asuransi kredit dan penagihan, dan US$ 100 ribu untuk sewa.
Namun, OJK menyatakan bahwa hingga September, belum ada laporan tambahan modal dari Investree.