Jakarta – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 2,4 miliar dalam penyidikan kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen yang terjadi pada tahun 2019.
"Uang tersebut merupakan fee broker atas kegiatan investasi PT Taspen dengan manajer investasi yang tidak sesuai dengan ketentuan," ungkap Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (2/11).

Penyitaan uang tunai ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penyidikan KPK yang dilakukan pada 30-31 Oktober. Tim penyidik menggeledah dua rumah dan satu kantor milik perusahaan yang terafiliasi dengan PT IIM di wilayah SCBD Jakarta.
"KPK melakukan penggeledahan di rumah salah satu direksi PT IIM yang berlokasi di Koja, Jakarta Utara dan rumah salah satu mantan direktur PT Taspen di Jakarta Selatan," jelas Budi.
Selain uang tunai, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen, surat, dan barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan kasus ini.
KPK menegaskan akan mengambil tindakan yang sesuai dengan UU terhadap pihak-pihak yang tidak kooperatif. Proses penyidikan masih terus berlangsung dan terbuka kemungkinan adanya pihak lain yang akan dimintai pertanggungjawaban pidana.
Sebelumnya, pada 8 Maret, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen dengan nilai investasi mencapai Rp 1 triliun. Kasus ini diduga melibatkan beberapa perusahaan lain dan diperkirakan merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
KPK telah menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka dalam kasus ini, namun identitas mereka beserta uraian lengkap perkara akan diumumkan saat penahanan.
Sebagai langkah pencegahan, KPK telah memberlakukan cegah ke luar negeri terhadap dua orang, yaitu satu orang penyelenggara negara dan satu pihak swasta.
Sejak awal penyidikan, KPK telah melakukan penggeledahan di tujuh lokasi, termasuk kantor PT Taspen, kantor PT IIM, dan beberapa rumah milik pihak terkait. Dalam penggeledahan tersebut, ditemukan bukti berupa dokumen investasi keuangan, alat elektronik, dan uang dalam mata uang asing yang diduga dapat mengungkap perbuatan para tersangka.