Jakarta, Lahatsatu.com – Kelompok masyarakat kelas menengah di Indonesia kini menghadapi tekanan ekonomi yang semakin berat. Gaji yang diterima seolah hanya numpang lewat, habis untuk membayar cicilan dan utang yang terus membengkak. Kondisi ini memaksa mereka untuk memutar otak agar bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ekonom senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengungkapkan bahwa fenomena ini tercermin dari peningkatan signifikan dalam penggunaan pinjaman online (pinjol) dan perubahan pola konsumsi masyarakat.

"Jumlah masyarakat yang mengakses pinjol semakin tinggi, begitu juga dengan total utang mereka. Sementara itu, pertumbuhan kredit UMKM justru mengalami penurunan," ujar Tauhid. Ia menambahkan bahwa hal ini mengindikasikan kelas menengah semakin bergantung pada pinjaman untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari.
Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menunjukkan perlambatan pertumbuhan tabungan masyarakat dengan saldo di bawah Rp 200 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan kelas menengah untuk menghadapi guncangan ekonomi semakin menurun.
Selain itu, peningkatan konsumsi masyarakat untuk makanan juga menjadi indikasi lain. Masyarakat cenderung memprioritaskan pembelian makanan sebagai kebutuhan pokok, sehingga mengurangi alokasi dana untuk kebutuhan non-makanan.
Senada dengan Tauhid, Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menyoroti pertumbuhan industri pinjol dan peningkatan jumlah masyarakat yang menggadaikan barang sebagai bukti nyata kesulitan ekonomi yang dihadapi kelas menengah.
"Data OJK menunjukkan kenaikan outstanding pinjol yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Masyarakat juga semakin sering menggadaikan barang mereka. Ini menunjukkan betapa sulitnya kondisi keuangan kelas menengah," jelas Bhima.