Jakarta – Uni Eropa (UE) menunjukkan kekhawatiran mendalam atas kebijakan terbaru China yang memperketat kontrol ekspor mineral tanah jarang. Para menteri negara-negara Eropa menilai langkah ini sebagai ancaman serius bagi rantai pasokan industri mereka.
Komisioner Perdagangan Eropa, Maros Sefcovic, menyatakan bahwa pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh China tidak memiliki justifikasi yang kuat. Dalam pertemuan para menteri UE di Denmark, disepakati untuk mencari dukungan dari negara-negara mitra dalam kelompok G7.

"Kami berdiskusi kemarin bahwa setelah diskusi pertama ini, sebaiknya segera ada panggilan video G7," kata Sefcovic sebelum pertemuan para menteri Uni Eropa, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (14/10/2025).
Sefcovic menekankan pentingnya koordinasi dengan mitra G7 untuk diversifikasi pasokan, termasuk mempercepat proyek bersama dalam ekstraksi dan pemrosesan mineral penting. "Proyek-proyek ini membutuhkan waktu, tetapi dengan sinyal yang kami terima dari Tiongkok, jelas kami harus fokus untuk mempercepat proses ini semaksimal mungkin," ujarnya.
Para Menteri Keuangan negara G7 diperkirakan akan membahas opsi-opsi lain yang dapat ditempuh pada Rabu (15/10). Sefcovic juga telah berdiskusi dengan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengenai isu ini.
Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Rasmussen, menyerukan persatuan di antara negara-negara UE dalam menanggapi kebijakan China. Ia juga menekankan pentingnya menunjukkan kekuatan UE sebagai blok perdagangan terbesar di dunia kepada Beijing.
"Kita juga perlu realistis. Ini sebenarnya merupakan area kepentingan bersama dengan teman-teman kita di AS. Jika kita bersatu, kita dapat menekan China dengan lebih baik untuk bertindak adil," kata Rasmussen.
Rasmussen tidak mendukung penerapan tarif terhadap China seperti yang dilakukan AS. Ia lebih memilih dialog yang jujur dan terbuka antara UE dan Beijing untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.