Jakarta – Dugaan manipulasi laporan keuangan yang membelit eFishery, startup perikanan terkemuka, telah mengakibatkan penghentian operasional perusahaan. Kabar ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan karyawan, terutama terkait potensi likuidasi dan PHK massal.
Risyad, perwakilan Serikat Pekerja Multidaya Teknologi Nusantara (SPMTN), mengungkapkan bahwa hampir seluruh karyawan, khususnya di level operasional, tidak mengetahui permasalahan yang dihadapi perusahaan hingga operasional dihentikan secara tiba-tiba pasca terungkapnya skandal tersebut pada Desember 2024. "Hingga kini, kami tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi," ujarnya kepada Lahatsatu, Jumat (24/1).
Meskipun gaji karyawan masih terbayarkan hingga akhir 2024, rumor likuidasi dan PHK massal telah menciptakan ketidakpastian yang mencekam. "Banyak kabar burung bahwa likuidasi adalah satu-satunya opsi perusahaan," tambah Risyad. Penghentian operasional juga berdampak signifikan pada pekerjaan sehari-hari karyawan. Proyek-proyek terhenti, teknisi tak bisa bekerja karena anggaran operasional dibekukan, dan beredarnya isu "daftar hitam" karyawan eFishery di industri startup semakin memperparah kondisi psikologis mereka. "Banyak dari kami khawatir peluang karier semakin sempit," ungkap Risyad.
Minimnya komunikasi dari manajemen menjadi sorotan utama. Setelah pergantian CEO, karyawan hanya menerima email perkenalan singkat tanpa penjelasan langkah perusahaan ke depan. "Kami merasa dibiarkan dalam ketidakpastian," keluh seorang karyawan.
Sebuah town hall darurat yang digelar manajemen pada Kamis (23/1) lalu, menjanjikan tanggapan atas tuntutan karyawan, termasuk klarifikasi terkait rumor likuidasi dan keberlanjutan operasional. "Kami meminta perusahaan untuk tidak hanya diam, tetapi memberikan kejelasan kepada karyawan. Banyak dari kami masih berharap eFishery dapat bertahan melalui restrukturisasi yang tepat," tegas Risyad. Ia menekankan perlunya langkah strategis untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dan melindungi hak-hak karyawan.
Seperti diketahui, isu fraud eFishery pertama kali dilaporkan oleh DealStreetAsia pada 15 Desember 2024. Insiden ini mengakibatkan CEO Gibran Huzaifah dan Chief Product Officer Chrisna Aditya dibebastugaskan sementara. Adhy Wibisono ditunjuk sebagai CEO interim dan Albertus Sasmitra sebagai CFO interim.
Laporan investigasi awal yang bocor menunjukkan dugaan penggelembungan dana perusahaan hingga US$ 600 juta atau sekitar Rp 9,8 triliun (kurs Rp 16.331 per US$) selama Januari-September 2024. Laporan tersebut mengungkap dugaan penyembunyian kerugian dan penggelembungan pendapatan dan laba selama beberapa tahun sebelumnya. eFishery dilaporkan kepada investor telah meraih keuntungan US$ 16 juta dan pendapatan US$ 752 juta selama periode tersebut, padahal kenyataannya merugi US$ 35,4 juta dengan pendapatan sekitar US$ 157 juta. Jumlah mitra pembudidaya ikan juga diduga digelembungkan, dari 24 ribu menjadi lebih dari 400 ribu. Jika laporan tersebut benar, maka lebih dari 75% dari angka yang dilaporkan adalah palsu.