Industri konveksi tas di Indonesia menghadapi tantangan serius akibat membanjirnya produk impor, terutama dari China. Seperti yang dilaporkan Cerita.co.id, para pelaku usaha, khususnya UMKM, kesulitan bersaing karena harga jual tas impor jauh lebih murah, mulai dari Rp50.000 hingga Rp150.000. Hal ini menyebabkan penurunan drastis penjualan produk lokal, meskipun kualitasnya tak kalah baik. Husna, seorang pengusaha konveksi tas di Bandung dengan pengalaman lebih dari 10 tahun, merasakan dampaknya secara langsung. Ia mengaku kesulitan bersaing dengan produk impor yang dijual murah melalui platform online.
Andi, pengusaha lain, menduga harga jual tas impor yang rendah disebabkan oleh skala produksi besar dan subsidi pemerintah negara asal. Senada dengan Andi, Haryanto dari Asosiasi Pengusaha Konveksi Indonesia (APKI) mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan ketat terhadap impor dan menindak tegas produk yang masuk secara ilegal. Ia menekankan pentingnya memastikan produk impor memenuhi standar dan tidak merugikan pelaku usaha lokal.
Maraknya marketplace online memperparah situasi. Pelaku usaha lokal kesulitan bersaing karena keterbatasan modal dan akses teknologi, sementara distributor asing di platform digital sering mengabaikan regulasi pajak dan perdagangan Indonesia.
Ekonom Universitas Indonesia, Rini Santoso, menyarankan pemerintah untuk memperketat pengawasan impor, memberikan insentif kepada pelaku usaha lokal, dan meningkatkan kampanye penggunaan produk lokal seperti Gerakan Bangga Buatan Indonesia. Di sisi lain, pelaku usaha lokal juga perlu berinovasi, meningkatkan desain produk, efisiensi produksi, dan memanfaatkan pemasaran digital. Beberapa pelaku UMKM optimistis dapat bertahan dengan berkolaborasi dan berbagi strategi pemasaran.
Berita ini juga terbit di: www.vritimes.com/id