Jakarta, Lahatsatu.com – Serangan impor baja, terutama dari China, masih menjadi momok bagi industri baja nasional. Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, mengungkapkan bahwa jurang lebar antara kebutuhan dan kapasitas produksi baja dalam negeri menjadi penyebab utama masalah ini.
China, sebagai raksasa produsen baja dunia dengan pangsa 53,3% atau sekitar 1,005 miliar ton produksi global, menjadi sumber impor utama. "Kesenjangan ini dipenuhi oleh produk impor sekitar 55% dari kebutuhan nasional, dan mayoritasnya berasal dari China," ujar Faisol dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI. Ironisnya, utilisasi industri baja dalam negeri hanya sekitar 50%, menyebabkan banyak pabrik baja yang menganggur karena produknya tidak terserap pasar.

Selain itu, industri baja nasional selama ini terlalu fokus pada sektor konstruksi dan infrastruktur. Padahal, permintaan dari sektor ini sedang mengalami penurunan secara global. "Di seluruh dunia, sektor properti sebagai salah satu pembeli utama baja sedang mengalami penurunan," jelas Faisol.
Padahal, sektor lain seperti otomotif, perkapalan, dan alat berat menawarkan potensi besar. Sektor-sektor ini membutuhkan baja dengan spesifikasi khusus seperti alloy steel (baja paduan) atau special steel (baja khusus), yang memiliki peluang pasar yang signifikan baik di dalam maupun luar negeri.
Tantangan lain yang dihadapi industri baja dalam negeri adalah teknologi produksi yang ketinggalan zaman. Mesin-mesin tua mempengaruhi kualitas dan biaya produksi, menghambat daya saing industri baja nasional.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah membuka pintu bagi investasi asing. Faisol mengungkapkan minat dari investor Eropa, China, dan Vietnam untuk membangun pabrik baja di Indonesia. "Kami meminta mereka berinvestasi di Indonesia, membangun pabrik di Indonesia, sehingga mereka juga memiliki akses ke pasar domestik," katanya.
Dengan investasi baru, diharapkan industri baja dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan yang selama ini dipenuhi oleh impor, yang mencapai sekitar 11 juta ton. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri baja nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi.




