Jakarta, 30 Januari 2024 – Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Meutya Hafid, menyatakan optimisme atas kemunculan DeepSeek, sebuah kecerdasan buatan (AI) asal Tiongkok yang menawarkan biaya pengembangan jauh lebih murah dibanding kompetitornya, ChatGPT. Hal ini disampaikannya dalam sambutan di acara BeritaSatu Outlook di Jakarta.
Meutya menekankan bahwa DeepSeek memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. "Dari DeepSeek, kita belajar bahwa kesuksesan tidak selalu bergantung pada modal besar," ujarnya. Ia membandingkan biaya pengembangan DeepSeek yang hanya US$ 5,6 juta dengan dana IPO Bukalapak yang mencapai US$ 1,3 miliar. Lebih lanjut, sifat DeepSeek yang open source dan biaya berlangganan premiumnya yang hanya US$ 0,5 (sekitar Rp 8.116) per bulan, jauh lebih terjangkau dibandingkan ChatGPT yang mencapai US$ 20 (sekitar Rp 324.620) per bulan.
Menurut Meutya, DeepSeek menjadi contoh startup yang efisien dan adaptif terhadap perubahan teknologi. "Inovasi seperti inilah yang perlu kita kembangkan di Indonesia," tegasnya.
Keunggulan DeepSeek terletak pada penggunaan arsitektur AI Mixture of Experts (MoE). MoE membagi tugas pemrosesan ke beberapa sub-model, lalu menggabungkannya. Metode ini meningkatkan efisiensi dan akurasi dengan hanya mengaktifkan sebagian kecil model untuk setiap input. DeepSeek dilatih dengan 14,8 triliun token dan hanya membutuhkan 2,788 juta jam komputasi GPU H800, menghasilkan output yang setara dengan model AI kelas atas seperti GPT-4 dan Claude-3.5-Sonnet.
Sebaliknya, pelatihan ChatGPT membutuhkan sumber daya komputasi yang jauh lebih besar dan biaya operasional yang signifikan, meskipun angka pastinya belum diungkap oleh OpenAI. Perbedaan ini menunjukkan potensi besar DeepSeek untuk mendorong perkembangan AI di negara berkembang seperti Indonesia, yang mungkin memiliki keterbatasan sumber daya.