JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, membuka opsi baru bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, untuk mendapatkan pengampunan. Selain melalui grasi presiden, kini ada mekanisme denda damai yang diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru.
"Tanpa melalui Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu," ungkap Supratman mengutip Antara, Kamis (26/12).

Denda damai, mekanisme penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disepakati Jaksa Agung, dapat diterapkan pada tindak pidana yang merugikan negara. Namun, implementasinya masih menunggu peraturan turunan dari UU Kejaksaan, yang telah disepakati pemerintah dan DPR berupa Peraturan Jaksa Agung.
"Peraturan turunannya yang belum. Kami sepakat antara pemerintah dan DPR, itu cukup peraturan Jaksa Agung," tegas Supratman.
Meskipun UU membuka peluang pengampunan, Supratman menekankan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan tetap selektif dan cenderung menjatuhkan hukuman maksimal bagi koruptor. Pemerintah juga memprioritaskan pemulihan aset negara yang dirampas akibat korupsi.
"Yang paling penting bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, adalah bagaimana asset recovery (pemulihan aset) itu bisa berjalan," ujar mantan Ketua Badan Legislasi DPR ini. Pemulihan aset dinilai lebih efektif dalam mengembalikan kerugian negara dibandingkan hanya fokus pada hukuman.
Supratman menegaskan bahwa hak presiden untuk memberikan pengampunan diatur dalam UUD 1945. Namun, hal ini tidak berarti koruptor akan bebas begitu saja. Pemerintah masih menunggu arahan lebih lanjut dari Presiden Prabowo terkait implementasi denda damai ini.
"Kita akan tunggu arahan Bapak Presiden nanti selanjutnya. Kami belum mendapat arahan nih, nanti implementasinya seperti apa," tutupnya.