Jakarta, 18 November – Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komjen Pol. Setyo Budiyanto, menyoroti potensi bias dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Menurutnya, pasal-pasal tersebut perlu direvisi. Pernyataan ini disampaikan Setyo saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI.
Setyo berpendapat bahwa kedua pasal tersebut cenderung bias karena berfokus pada kerugian negara, tanpa mempertimbangkan konteks di mana pejabat, misalnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bisa dijerat hukum meskipun tidak secara langsung memperkaya diri sendiri. "Pasal 2 dan 3 ini agak bias. Menguntungkan pihak lain, tidak menguntungkan pembuat kebijakan," tegasnya. Ia mencontohkan, seorang PPK bisa dipidana meskipun keuntungan justru dinikmati pihak lain. Oleh karena itu, ia menyarankan peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi (MK) agar pengambil kebijakan tidak mudah disalahkan.

Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding, sebelumnya mempertanyakan pandangan Setyo terkait revisi Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Sudding menyinggung potensi kriminalisasi yang tinggi akibat pasal-pasal tersebut. Pertanyaan ini mendorong Setyo untuk lebih detail menjelaskan usulan revisinya.
Usulan revisi ini muncul di tengah gugatan uji materi terhadap dua pasal krusial UU Tipikor di MK. Gugatan yang diajukan pada 23 September 2024 oleh tiga pemohon, termasuk mantan Gubernur Sulawesi Tenggara dan mantan Direktur Utama Perum Perindo, diwakili oleh kuasa hukum Maqdir Ismail. Maqdir menilai pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan jika hanya berfokus pada kerugian negara.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur pidana bagi siapapun yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang merugikan keuangan negara. Sementara Pasal 3 UU Tipikor menjerat mereka yang menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang juga merugikan keuangan negara. Kedua pasal ini, menurut para pihak yang menggugat, perlu peninjauan agar lebih adil dan proporsional dalam penegakan hukum.