Ancaman pemblokiran TikTok di Amerika Serikat pada 19 Januari lalu menimbulkan gelombang ketakutan di kalangan pengguna dan kreator konten. Mahkamah Agung AS bersiap menjalankan Undang-Undang yang disahkan Presiden Joe Biden tahun lalu, yang mewajibkan ByteDance, induk perusahaan TikTok, untuk menjual bisnisnya di AS dalam waktu 270 hari atau menghadapi larangan total.
Apa yang akan terjadi jika larangan tersebut benar-benar diterapkan? Aplikasi TikTok tak akan langsung lenyap dari ponsel pengguna. Namun, ByteDance tak lagi bisa merilis pembaruan, yang pada akhirnya akan membuat aplikasi tersebut tak berfungsi optimal. Akses melalui browser internet juga akan terputus, kecuali pengguna memakai VPN.
Keputusan ini telah mendorong banyak pengguna dan kreator bermigrasi ke platform lain seperti RedNote atau Xiaohongshu. Mengingat TikTok memiliki 170 juta pengguna di AS, menurut Axios, dan hanya 32% warga AS yang mendukung pelarangannya (Pew Research Center), dampaknya akan sangat signifikan.
Alasan di balik larangan ini adalah kekhawatiran pemerintah AS terhadap keamanan nasional, terkait hubungan TikTok dengan China, termasuk potensi penyebaran informasi yang salah dan kegiatan spionase. Meskipun pengacara ByteDance menyatakan ketidakmungkinan menyelesaikan penjualan sebelum batas waktu, Presiden terpilih Donald Trump bahkan telah meminta penundaan, berharap bisa mencari solusi politik setelah pelantikan. Senator Edward Markey juga mengusulkan penundaan, menekankan bahwa larangan tersebut akan menghancurkan ekosistem informasi dan budaya yang unik.
Meskipun Joe Biden memiliki kewenangan untuk memperpanjang batas waktu hingga 90 hari jika ByteDance menunjukkan kemajuan substansial dalam divestasi, kemungkinannya kecil. Situasi ini menyisakan ketidakpastian besar bagi masa depan TikTok di Amerika Serikat.