Tartus, Suriah – Setelah absen selama hampir 14 tahun, Suriah kembali memasuki pasar ekspor minyak mentah. Pada Senin (1/9/2025), sebanyak 600.000 barel minyak mentah dikapalkan melalui Pelabuhan Tartus menggunakan kapal tanker Nissos Christiana. Tujuan pengiriman adalah perusahaan B Serve Energy, yang terafiliasi dengan BB Energy.
Ekspor perdana ini menjadi tonggak penting bagi pemerintahan Suriah pasca-Bashar al-Assad, yang terbentuk setelah perubahan kepemimpinan pada Desember tahun lalu. Terakhir kali Suriah melakukan ekspor minyak adalah pada tahun 2010, dengan volume mencapai 380.000 barel per hari.

Riyad al-Joubasi, pejabat Kementerian Energi Suriah, mengungkapkan bahwa minyak yang diekspor berasal dari berbagai ladang di Suriah, namun lokasi pastinya tidak diungkapkan. "Minyak mentah ini telah dijual kepada B Serve Energy," ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (2/9/2025).
Selain itu, Suriah juga telah menjalin kerjasama dengan DP World melalui nota kesepahaman senilai US$ 800 juta untuk mengembangkan dan mengelola terminal serbaguna di Tartus. Kesepakatan ini terjadi setelah pembatalan kontrak dengan perusahaan Rusia yang sebelumnya mengoperasikan pelabuhan tersebut di bawah pemerintahan Assad.
Sebagian besar ladang minyak Suriah terletak di wilayah timur laut yang dikuasai oleh otoritas Kurdi. Sempat terjadi pasokan minyak dari wilayah ini ke pemerintah pusat di Damaskus pada Februari lalu, namun hubungan kemudian memburuk akibat isu inklusivitas dan hak-hak minoritas, termasuk Kurdi.
Perang Suriah yang berkepanjangan telah menyebabkan ladang minyak berpindah tangan beberapa kali. Sanksi dari AS dan Eropa juga mempersulit kegiatan ekspor-impor legal. Meskipun sanksi sempat berlanjut setelah perubahan kepemimpinan, perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Juni lalu mencabut sanksi Amerika terhadap Suriah. Hal ini membuka jalan bagi perusahaan berbasis di AS untuk menyusun rencana eksplorasi dan ekstraksi minyak dan gas di Suriah.




