Keamanan Siber Terabaikan, UU PDP Terancam Jadi Maksiat?

Pelantikan Presiden Prabowo Subianto pada Minggu (20/10) lalu disambut dengan berbagai harapan. Namun, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC), Dr. Pratama Persadha, menyoroti satu hal

Redaksi

Keamanan Siber Terabaikan, UU PDP Terancam Jadi Maksiat?

Pelantikan Presiden Prabowo Subianto pada Minggu (20/10) lalu disambut dengan berbagai harapan. Namun, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC), Dr. Pratama Persadha, menyoroti satu hal penting yang terlupakan dalam pidato pelantikan: keamanan siber dan proteksi data pribadi.

"Konsen terhadap keamanan siber dan pelindungan data pribadi seharusnya menjadi fokus utama pemerintahan Presiden Prabowo," tegas Pratama. Ia mengingatkan bahwa UU PDP yang sudah berlaku penuh sejak 18 Oktober 2024 lalu belum bisa diterapkan sepenuhnya karena belum adanya lembaga resmi yang mengawasi dan menegakkan aturannya.

Keamanan Siber Terabaikan, UU PDP Terancam Jadi Maksiat?
Gambar Istimewa : cdn1.katadata.co.id

"Termasuk untuk menjatuhkan sanksi kepada institusi, baik pemerintah maupun swasta, yang menjadi korban kebocoran data," tambah Pratama.

Padahal, pemerintah telah memberikan waktu transisi selama dua tahun untuk implementasi UU PDP. Namun, hingga saat ini belum ada perkembangan signifikan, termasuk pembentukan Lembaga Pelindungan Data Pribadi yang seharusnya sudah dibentuk sebelum masa jabatan presiden sebelumnya berakhir.

"Pemerintah bisa dikatakan tidak peduli atau setengah hati dalam melaksanakan UU PDP. Bahkan pada level presiden, tidak ada perhatian terhadap potensi pelanggaran undang-undang," ungkap Pratama.

Pernyataan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria, pada Senin (14/10) lalu semakin memperkuat dugaan bahwa pemerintah sebelumnya tidak serius dalam membentuk Lembaga Pelindungan Data Pribadi. Nezar menyatakan bahwa lembaga tersebut masih membutuhkan masa transisi selama 6-12 bulan.

"Ini sangat disayangkan dan seharusnya tidak perlu terjadi. UU PDP sudah disahkan pada tahun 2022. Dengan masa tenggang dua tahun, seharusnya pemerintah bisa melakukan banyak hal, mulai dari koordinasi antar kementerian, pembentukan lembaga PDP, hingga pengesahan aturan turunan," ujar Pratama.

Ia menilai, jika pemerintahan baru tidak segera menaruh perhatian serius pada UU PDP dan pembentukan Lembaga PDP, insiden siber dan kebocoran data akan terus terjadi. Masyarakat yang menjadi korban akan sulit mendapatkan keadilan karena kebocoran data tidak terjadi pada perangkat mereka, melainkan pada sistem yang dimiliki oleh Pengendali Data Pribadi dan Pemroses Data Pribadi.

"Semoga pemerintahan baru tidak mengabaikan isu penting ini dan segera mengambil langkah konkret untuk melindungi data pribadi masyarakat," pungkas Pratama.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Klik Laporkan. Terima Kasih
Laporkan

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar

ads cianews.co.id banner 1