Jakarta – Kekosongan Bahan Bakar Minyak (BBM) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta belakangan ini memicu pertanyaan. Praktisi Minyak dan Gas Bumi (Migas), Hadi Ismoyo, menduga perubahan regulasi impor menjadi penyebab utama, bukan lonjakan permintaan.
"Menurut saya, ini bukan masalah manajemen internal perusahaan. Permintaan BBM cenderung stabil, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang masih berada di kisaran 4,8%-5,12%. Tidak ada indikasi kenaikan konsumsi BBM yang signifikan," ujar Hadi kepada detikcom, Rabu (3/9/2025).

Hadi menjelaskan, perubahan aturan impor BBM menjadi faktor krusial. Izin impor yang sebelumnya berlaku 12 bulan, kini dipersingkat menjadi 6 bulan sejak tahun 2025. Kondisi ini menyulitkan SPBU swasta untuk beradaptasi, terutama dalam menata ulang logistik dan infrastruktur pendukung.
"Biaya logistik dan perangkat pendukung memerlukan penyesuaian. Bagi SPBU swasta yang bergantung pada impor, proses adaptasi ini membutuhkan waktu. Akibatnya, terjadi kelangkaan dan keresahan di pasar," jelasnya.
Hadi menilai, perubahan izin impor ini sebenarnya tidak diperlukan. Pasalnya, selama aturan lama berlaku, tidak pernah terjadi kekosongan BBM di SPBU swasta. "Sebaiknya, kebijakan yang sudah berjalan baik tidak perlu diubah. Perubahan justru menimbulkan masalah dan kegaduhan di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan pemerintah akan melakukan perbaikan tata kelola terkait perizinan impor BBM. Langkah ini diambil menyusul kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah.
"Terkait RON 90 dan RON 92, sejak awal saya melihat perlunya perbaikan tata kelola di Kementerian ESDM," kata Bahlil di Kantor ESDM Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Bahlil menjelaskan, Kementerian ESDM tengah berupaya memperbaiki tata kelola impor BBM, salah satunya dengan tidak lagi memberikan izin impor langsung untuk satu tahun penuh. "Kita buat per enam bulan agar ada evaluasi setiap tiga bulan," ungkapnya.
Selain itu, Kementerian ESDM juga telah menghentikan ekspor minyak mentah dari produksi dalam negeri. Tujuannya adalah agar produksi minyak di dalam negeri dapat diolah secara optimal. "Sekarang, kita minta agar diolah di dalam negeri, dengan cara mem-blending minyak berkualitas bagus dengan minyak yang kualitasnya setengah bagus, sehingga sesuai dengan spesifikasi kilang kita," pungkas Bahlil.




