Jakarta, Lahatsatu.com – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyampaikan kekhawatiran serius terkait rencana pemerintah untuk menerapkan mandatori B50 (campuran 50% biodiesel pada solar) mulai semester II-2026. GAPKI menilai kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri kelapa sawit dan ekosistem pendukungnya.
Menurut Agam Fatchurrochman, perwakilan GAPKI, peningkatan mandatori biodiesel ini dapat menyebabkan penurunan drastis ekspor sawit Indonesia. Lebih lanjut, ia khawatir program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang krusial bagi keberlanjutan industri juga akan terhenti.

"Kenaikan dari B40 ke B50 ini tidak sehat bagi pasar, tidak sehat bagi BPDPKS, ekspor Indonesia akan anjlok, dan peremajaan sawit rakyat bisa berhenti," tegas Agam dalam sebuah acara di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Alih-alih memaksakan peningkatan campuran biodiesel, GAPKI menyarankan pemerintah untuk lebih fokus pada pengembangan bioenergi alternatif, khususnya biometana. Biometana, yang dihasilkan dari limbah pertanian, residu industri, dan kotoran ternak, dinilai sebagai sumber energi bersih yang menjanjikan. Selain mengurangi emisi metana, pengembangan biometana juga berpotensi meningkatkan perekonomian lokal.
"Lebih baik kalau bisa B40 diturunkan, tetapi yang didorong adalah bioenergi atau biometana," imbuh Agam.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Indonesia berpotensi tidak lagi bergantung pada impor solar jika implementasi B50 dapat dipercepat. Saat ini, Indonesia telah berhasil memproduksi B40, yang mengurangi impor solar menjadi 4 juta ton per tahun.
"Dengan demikian kita tak perlu impor solar di 2026. Jadi kita campur antara solar murni dengan CPO, olahan FAME itu dicampur. Jadi CPO dalam negeri bisa jadi solar," jelas Bahlil.
Perbedaan pandangan antara pemerintah dan pelaku industri sawit ini menyoroti perlunya kajian mendalam dan dialog yang konstruktif untuk memastikan kebijakan energi yang diambil tidak merugikan sektor kelapa sawit yang strategis bagi perekonomian nasional.




