IPK Indonesia Naik, Tapi ICW Tetap Kritik

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 meningkat tiga poin menjadi 37, mengangkat peringkat Indonesia ke posisi 99 dari 180 negara. Kenaikan ini, menurut rilis

Redaksi

IPK Indonesia Naik, Tapi ICW Tetap Kritik

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 meningkat tiga poin menjadi 37, mengangkat peringkat Indonesia ke posisi 99 dari 180 negara. Kenaikan ini, menurut rilis Transparency International Indonesia (TII) pada Selasa (11/2), mengakhiri stagnasi dua tahun sebelumnya di angka 34. Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai peningkatan tersebut tak cukup untuk menggambarkan perbaikan signifikan dalam pemberantasan korupsi.

Agus Sunaryanto dari ICW mengungkapkan, peningkatan skor IPK terutama didorong oleh penambahan indikator World Economic Forum (WEF) yang sebelumnya absen sejak 2021. Indikator WEF, yang mengukur praktik suap dalam bisnis, menunjukkan peningkatan signifikan. Namun, Agus mengingatkan bahwa ini merupakan indikator baru dan kualitas datanya perlu dipertanyakan setelah masa vakum dua tahun.

IPK Indonesia Naik, Tapi ICW Tetap Kritik
Gambar Istimewa : cdn1.katadata.co.id

Sebaliknya, indikator lain seperti Global Insight Country Risk Ratings justru mengalami penurunan 15 poin dibandingkan tahun 2023. Indikator ini mencerminkan risiko penyuapan dalam kegiatan bisnis, termasuk impor, ekspor, dan pengadaan kontrak publik. Sementara itu, indikator Varieties of Democracy Project yang mengukur korupsi politik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif juga menunjukkan adanya masalah, khususnya terkait korupsi sumber daya alam.

ICW mencatat relasi erat antara perusahaan ekstraktif dengan pejabat pemerintah, dimana pemerintah daerah dan eksekutif memberikan izin, legislatif memberikan dukungan, dan yudikatif cenderung memihak perusahaan jika menghadapi gugatan masyarakat. Hal ini menunjukkan, menurut ICW, pemberantasan korupsi justru berjalan mundur sepanjang 2024 dan diproyeksikan berlanjut di 2025.

ICW menuding pemerintah kurang inisiatif dalam implementasi program dan kebijakan antikorupsi secara sistematis. Penanganan kasus korupsi pun dinilai tebang pilih, dengan beberapa contoh kasus yang disebut ICW, antara lain dugaan korupsi CSR Bank Indonesia, dugaan korupsi pembangunan jalur kereta di Kementerian Perhubungan, dan dugaan korupsi pengadaan barang di rumah jabatan anggota DPR.

Lebih lanjut, ICW menilai pemerintah enggan memperkuat regulasi antikorupsi seperti RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal, karena dikhawatirkan akan mengancam stabilitas pejabat publik yang korup. Dengan demikian, meski IPK Indonesia naik, ICW menganggap masih banyak catatan dan perbaikan yang harus dilakukan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Klik Laporkan. Terima Kasih
Laporkan

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar

ads cianews.co.id banner 1