Jakarta, 22 Januari – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serius menggarap regulasi penggunaan kecerdasan buatan (AI) di bidang kesehatan. Langkah nyata yang diambil adalah pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) khusus AI yang beranggotakan para pakar dari berbagai universitas dan praktisi medis.
Hal ini diungkapkan oleh Chief of Technology Transformation Office (TTO) Kemenkes, Setiaji, kepada awak media di Jakarta. Setiaji menjelaskan, Pokja ini dibentuk untuk memastikan implementasi AI dalam praktik kedokteran dilakukan secara bertanggung jawab dan aman.
"Pokja ini bertugas merumuskan aturan main penggunaan AI di sektor kesehatan," tegas Setiaji. Salah satu fokus utama yang sedang dibahas adalah pembatasan penggunaan AI, apakah hanya di ranah non-klinis atau juga diperbolehkan di ranah klinis yang langsung berhubungan dengan pasien. Keamanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas utama dalam perumusan regulasi ini.
Saat ini, regulasi terkait AI di Indonesia masih minim. Meskipun sudah ada Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika AI, serta panduan etika dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kemenkes merasa perlu aturan yang lebih spesifik dan komprehensif untuk sektor kesehatan.
Setiaji menekankan pentingnya transparansi dari para pengembang aplikasi AI. Mereka wajib mengungkapkan metode pelatihan AI, termasuk detail data yang digunakan. "Validasi oleh tenaga medis tetap diperlukan," tambahnya. AI, menurut Setiaji, dapat mempercepat proses diagnosis, namun keputusan akhir tetap berada di tangan dokter.
Kemenkes juga memperhatikan aspek inklusivitas. Regulasi yang disusun nantinya harus memastikan aksesibilitas AI bagi semua kalangan. "Etika penggunaan AI harus diutamakan, dan regulasi yang komprehensif sedang dalam tahap penyusunan," pungkas Setiaji.