Ancaman Siber 2025: Deepfake dan Tantangan Keamanan Kuantum

Jakarta – Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun krusial bagi keamanan siber, khususnya bagi infrastruktur negara dan sektor vital yang terdigitalisasi. Palo Alto Networks, perusahaan

Redaksi

Ancaman Siber 2025: Deepfake dan Tantangan Keamanan Kuantum

Jakarta – Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun krusial bagi keamanan siber, khususnya bagi infrastruktur negara dan sektor vital yang terdigitalisasi. Palo Alto Networks, perusahaan keamanan siber terkemuka, memprediksi lima tren utama yang akan membentuk lanskap ancaman siber di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

Steven Scheurmann, Wakil Direktur Regional Palo Alto Network ASEAN, dalam keterangan pers Selasa (14/1), menekankan pentingnya antisipasi terhadap ancaman yang semakin kompleks. Meningkatnya kompleksitas sistem digital, penggunaan AI yang masif, dan potensi eksploitasi teknologi kuantum menjadi pemicu utama.

Ancaman Siber 2025: Deepfake dan Tantangan Keamanan Kuantum
Gambar Istimewa : cdn1.katadata.co.id

Adi Rusli, Country Manager Palo Alto Indonesia, menambahkan bahwa serangan siber bukan lagi soal "jika", melainkan "kapan". Semua sektor, tanpa terkecuali, rentan menjadi target, dengan infrastruktur digital negara menjadi salah satu yang paling berisiko karena ketergantungan tinggi pada sistem terhubung dan data digital. Serangan terhadap bank swasta atau pusat data pemerintahan berpotensi melumpuhkan perekonomian dan administrasi negara.

Berikut lima prediksi tren keamanan siber 2025 versi Palo Alto Networks:

  1. Platform Keamanan Terpadu: Organisasi akan beralih dari penggunaan beragam alat keamanan (rata-rata 30 alat) ke platform terpadu. Hal ini memungkinkan prediksi ancaman yang lebih akurat dan respons yang lebih cepat, bergeser dari pendekatan reaktif ke proaktif.

  2. Deepfake Menjadi Mainstream: Kemajuan teknologi AI generatif membuat pembuatan deepfake semakin mudah dan realistis. Deepfake, baik berupa video maupun suara, akan digunakan untuk berbagai kejahatan, mulai dari penyebaran misinformasi politik hingga penipuan finansial. Keasliannya yang sulit dideteksi menjadi ancaman serius.

  3. Ancaman Keamanan Kuantum: Meskipun belum ada pelanggaran keamanan yang memanfaatkan teknologi kuantum, metode "harvest now, decrypt later" sudah mulai diterapkan. Peretas mengumpulkan data sekarang dan mendekripsinya di masa depan dengan teknologi kuantum. Keamanan kuantum, yang memanfaatkan prinsip mekanika kuantum, menjadi penting untuk diantisipasi.

  4. Transparansi: Kunci Kepercayaan di Era AI: Transparansi dalam penggunaan data, khususnya dalam penerapan AI, menjadi kunci untuk membangun kepercayaan pelanggan. Regulasi di beberapa negara, termasuk AS, Australia, dan Singapura, mengharuskan perusahaan untuk mengungkapkan bagaimana data digunakan dan dilindungi. Hal ini penting untuk memastikan keamanan, integritas, dan keandalan model AI.

  5. Integritas Produk dan Keamanan Rantai Pasokan: Fokus pada integritas produk dan keamanan rantai pasokan semakin krusial. Integrasi sistem yang tinggi, seperti yang terjadi di Singapura, membuat keamanan data dalam ekosistem digital menjadi sangat penting. Di Indonesia, tren ini akan semakin berkembang seiring adopsi sistem berbasis cloud yang meluas.

Kesimpulannya, tahun 2025 menuntut kesiapan yang lebih matang dalam menghadapi ancaman siber yang semakin canggih dan kompleks. Penting bagi semua sektor untuk berinvestasi dalam sistem keamanan yang handal dan adaptif, serta menerapkan prinsip transparansi dan keamanan data yang ketat.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Klik Laporkan. Terima Kasih
Laporkan

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar

ads cianews.co.id banner 1