Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memutuskan untuk berada di luar pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming. Namun, PDIP menegaskan tak ingin dianggap sebagai oposisi pemerintah.
Hal ini disampaikan oleh politikus PDIP, Aria Bima, dalam diskusi bertajuk ‘Prospek Demokrasi Indonesia di Masa Pemerintahan Prabowo Subianto’ yang digelar oleh Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada, di Ashley Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (12/11).

"Kami ingin menjadi partai di luar pemerintah, tetapi kami akan mendukung selama itu dalam konsepsi cara pandang Pancasila, pluralisme, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan berpihak kepada kepentingan rakyat atau wong cilik, termasuk hal-hal yang menyangkut demokrasi," tegas Aria Bima.
Menurut Aria, istilah oposisi kurang relevan dengan sistem pemerintahan Indonesia. Ia berpendapat, untuk menjalankan fungsi check and balances di tingkat daerah, penggunaan istilah oposisi kurang tepat. Posisi kepala daerah dianggap sebagai perpanjangan dari pemerintah pusat.
"Tidak mungkin kader PDI Perjuangan yang menang Gubernur atau menang Bupati, atau partai lain pun, akan menjadi oposisi di tingkat daerah, sementara sistem kita adalah sistem pemerintahan yang menganut sistem negara kesatuan," jelas Aria.
Berdasarkan kondisi tersebut, Bima menegaskan bahwa istilah oposisi tak relevan bila digunakan di Indonesia.
Di sisi lain, ia menyatakan PDIP akan berada di luar kekuasaan selama lima tahun pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Kendati demikian, ia lebih memilih jika PDIP diartikan sebagai oposisi substansial. Bima menekankan, diksi oposisi tak ada dalam konstitusi.