Pemerintah menunda peluncuran Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) hingga Presiden Prabowo Subianto kembali dari perjalanan ke luar negeri. Alasannya? Pemerintah ingin memastikan payung hukum lembaga ini sudah siap sebelum diluncurkan.
Kepala BPI Danantara, Muliaman Darmansyah Hadad, menjelaskan bahwa pembentukan Danantara tidak akan melibatkan revisi Undang-Undang (UU) tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Payung hukumnya akan diatur melalui revisi dua peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres).

"Ada perubahan PP dan Perpres yang sedang disiapkan," ujar Muliaman di Istana Kepresidenan, Rabu (6/11).
Danantara, yang digadang-gadang menjadi pengelola aset atau sovereign wealth fund, akan memiliki dana kelolaan awal US$ 600 miliar atau Rp 9.429,8 triliun. Muliaman membandingkan operasional Danantara dengan Temasek, Holding BUMN Singapura yang berinvestasi di perusahaan luar negeri.
Tujuh BUMN akan menjadi bagian dari Danantara, yaitu Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, PLN, Pertamina, Bank Negara Indonesia, Telkom Indonesia, dan holding BUMN pertambangan, MIND ID.
Dalam beberapa tahun ke depan, dana kelolaan Danantara ditargetkan mencapai US$982 miliar atau Rp 15.433 triliun, menjadikannya SWF terbesar keempat di dunia. Entitas aset negara lainnya akan dimasukkan secara bertahap untuk memperkuat portofolio Danantara.
Prabowo Subianto berharap Danantara dapat mengoptimalkan dan mengonsolidasikan aset-aset negara untuk meningkatkan kesejahteraan nasional, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3.