Penggunaan aplikasi berbasis digital telah merevolusi industri transportasi. Namun, status kerja para pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online di beberapa negara telah menjadi sorotan, dengan beberapa negara menetapkan aturan yang mewajibkan perusahaan untuk memperlakukan mereka sebagai karyawan tetap. Langkah ini, meski bertujuan melindungi pekerja, menimbulkan dampak yang kompleks dan tak terduga, baik bagi perusahaan maupun pengemudi itu sendiri.
Sebuah organisasi perusahaan mobilitas digital, Modantara, mencatat beberapa kasus di berbagai negara. Di Jenewa, Swiss, putusan pengadilan yang menetapkan pengemudi Uber Eats sebagai karyawan tetap mengakibatkan penurunan jumlah pengemudi hingga 67%. Di Spanyol, kebijakan serupa memaksa perusahaan seperti Glovo dan Uber merumahkan ribuan mitra kerjanya. Glovo hanya mampu mempertahankan 17% mitranya, sementara Uber harus memberhentikan 4.000 mitra, dan Deliveroo bahkan memilih untuk keluar dari pasar Spanyol.

Di Inggris, Mahkamah Agung memutuskan pengemudi Uber sebagai pekerja, bukan mitra, memberikan mereka hak-hak seperti cuti berbayar dan upah minimum. Konsekuensinya, jumlah pengemudi dilaporkan berkurang hingga 85.000 orang. Sementara di Singapura, kebijakan kesejahteraan pekerja platform, termasuk kontribusi dana pensiun, meningkatkan biaya operasional dan mengurangi daya tarik pekerjaan fleksibel. Di Seattle, Amerika Serikat, aturan kompensasi minimum untuk pengemudi taksi online juga berdampak pada penurunan jumlah perjalanan (30%) dan pengemudi aktif (10%), serta kenaikan tarif bagi konsumen. Bahkan di Belanda, Pengadilan Distrik Amsterdam juga memutuskan pengemudi Uber sebagai karyawan.
Modantara menyoroti beberapa potensi dampak negatif dari regulasi yang terlalu ketat. Regulasi yang kaku dapat membuat platform digital sulit beroperasi, mengurangi jumlah mitra, dan berujung pada hilangnya pekerjaan bagi jutaan orang. Kewajiban mempekerjakan mitra sebagai karyawan juga meningkatkan biaya operasional yang kemudian dibebankan kepada konsumen. Lebih jauh, kehilangan fleksibilitas kerja dapat mengurangi daya tarik profesi ini. Terakhir, jika platform mengalami kesulitan finansial, UMKM dan bisnis lain yang bergantung pada platform tersebut akan turut terdampak.
Modantara menekankan pentingnya regulasi yang seimbang dan mempertimbangkan semua aspek, termasuk keberlanjutan jangka panjang bagi platform, mitra, konsumen, dan pemerintah. Mereka menyarankan agar pemerintah berperan sebagai fasilitator dalam mencapai kesepakatan yang tidak merugikan semua pihak. Organisasi ini juga menyuarakan keberatan terhadap regulasi yang hanya mementingkan satu pihak dan siap berdiskusi lebih lanjut untuk mencapai solusi yang lebih optimal.