Rencana pembentukan kabinet dengan jumlah kementerian yang mencapai 46 membuat pertanyaan besar muncul: akankah Prabowo benar-benar membangun kabinet zaken seperti yang dijanjikan?
Adib Miftahul, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), menyatakan pesimistis terhadap realisasi kabinet zaken. Menurutnya, Prabowo lebih cenderung mengakomodasi kepentingan partai politik dan elite politik dalam pembentukan kabinet.
"Prabowo ingin merangkul semuanya, termasuk lawan politiknya di Pilpres 2024. Ini terlihat dari masuknya partai-partai seperti Nasdem, PKB, dan PDIP ke dalam barisan pendukungnya," ujar Adib.
Adib menilai, pembentukan kabinet dengan jumlah kementerian yang banyak lebih menitikberatkan pada pembagian kekuasaan, bukan pada profesionalitas dan efektivitas.
"Simbol-simbol perlawanan yang tadinya melawan Prabowo sekarang berbalik. Ini menunjukkan transaksionalitas yang berlebihan," tegasnya.
Adib juga mempertanyakan efektivitas evaluasi kinerja menteri dalam kabinet yang besar. "Efektivitas politik tidak selalu sama dengan efektivitas program. Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengevaluasi menteri, tetapi apakah hal itu akan benar-benar diterapkan?" tanya Adib.
Sementara itu, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membenarkan bahwa jumlah kementerian bisa saja bertambah. Menurutnya, jumlah pasti kementerian dan lembaga masih dalam pembahasan.
"Penambahan kementerian berkaitan dengan realisasi program Prabowo yang dijanjikan saat kampanye," kata Dasco.
Rencana pembentukan kabinet dengan jumlah kementerian yang besar menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen Prabowo terhadap janji membangun kabinet zaken. Apakah kabinet yang akan dibentuk nantinya benar-benar diisi oleh para ahli di bidangnya, atau hanya sekadar bagi-bagi kekuasaan?